Kedua, Mazhab Maliki juga berpendapat bahwa anjing itu suci begitu juga semua bagian tubuhnya yang basah. Dalam kitab Al-Mudawwanah Al-Kubro, hlm. 1/116, menyatakan:
قَالَ ابْنُ الْقَاسِمِ وَقَالَ مَالِكٌ: لَا بَأْسَ بِلُعَابِ الْكَلْبِ يُصِيبُ الثَّوْبَ، وَقَالَهُ رَبِيعَةُ. وَقَالَ ابْنُ شِهَابٍ: لَا بَأْسَ إذَا اُضْطُرِرْتَ إلَى سُؤْرِ الْكَلْبِ أَنْ يُتَوَضَّأَ بِهِ، وَقَالَ مَالِكٌ: يُؤْكَلُ صَيْدُهُ؛ فَكَيْفَ يُكْرَهُ لُعَابُهُ؟
Artinya: “Tidak masalah dengan liur anjing yang mengena baju. Ibnu Syihab berkata: Tidak apa-apa apabila engkau terpaksa pada bekas makanan anjing untuk berwudhu dengannya. Malik berkata: Hasil buruan anjing boleh dimakan. Bagaimana bisa air liurnya dibenci?.”
Ketiga, Mazhab Syafii dan Hanbali, adalah najis secara keseluruhan. Imam al-Nawawi berkata dalam kitab al-Majmu' (2/567):
مَذْهَبُنَا أَنَّ الْكِلَابَ كُلَّهَا نَجِسَةٌ؛ الْمُعَلَّمُ وَغَيْرُهُ، الصَّغِيرُ وَالْكَبِيرُ Artinya: “Mazhab kami (Syafi’iyah) adalah bahwa anjing itu semuanya najis. Baik anjing terlatih atau bukan. Besar atau kecil.”
Setelah mengungkapkan pendapat imam fikih yang berbeda, Lembaga Fatwa Mesir Dar Al Ifta Mesir kemudian menyatakan bahwa jika mengikuti Mazhab Maliki maka tidak ada salahnya orang yang ingin berurusan dengan anjing. Karena, Mazhab Maliki bependapat bahwa anjing itu suci dan tidak najis menyentuhnya.
Sumber: masrawy