Dalam riwayat an-Nasa’i (hadis nomor 1550) disebutkan dengan lafal,
… وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ …
"…dan setiap yang sesat adalah di neraka..."
Di kalangan ulama terdapat perbedaan pendapat tentang macam-macam bid‘ah. Perbedaan pendapat ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pijakan dasar.
Ada yang mendasarkan kepada aspek yuridis (syarak) dan ada yang mendasarkan kepada aspek bahasa. Menurut asy-Syatibi (dalam kitab al-I‘tisam Juz I hal 34), bid‘ah itu hanya ada dalam bidang agama yang sengaja dibuat menyerupai syariat dengan tujuan mengekspresikannya dalam bentuk tingkah laku (perbuatan) secara berlebihan, terutama dalam beribadah kepada Allah swt.
Sedangkan yang berhubungan dengan adat adalah suatu cara dalam agama yang diada-adakan orang dengan tujuan adat itu dipandang menyerupai syariat. Pandangan asy-Syatibi ini didasarkan hadis di atas.
Asy-Syatibi juga mendasarkan pandangannya kepada hadis al-Bukhari (nomor 5063) dari Anas bin Malik,
أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِي حُمَيْدٍ الطَّوِيلُ، أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، يَقُولُ … فَجَاءَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَيْهِمْ … فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي.
"Telah mengabarkan kepada kami Humaid bin abi Tawil, bahwasannya ia mendengar Anas bin Malik berkata …, kemudian datanglah Rasulullah saw bersabda kepada mereka, … barangsiapa yang tidak suka sunnahku, maka bukan termasuk golonganku," [HR. al-Bukhari nomor 5063].
Dari hadis tersebut, asy-Syatibi menyimpulkan antara lain, orang yang melakukan sesuatu dalam urusan agama tanpa berlandaskan sunnah, maka jelas dirinya telah berbuat bid‘ah.
Sementara itu, pendapat lain, misal asy-Syaf'i, membagi bid‘ah kepada bid‘ah yang terpuji dan bid‘ah yang tercela. Dipandang terpuji jika sesuatu yang baru itu tidak bertentangan dengan al-Qur’an atau as-Sunnah dan asar sahabat atau ijmak sahabat.
Jika sebaliknya, akan dipandang sebagai bid‘ah sayyiah/tercela. Keterangan ini dirujuk dari kitab al-Bida‘ al-Hauliyah bab Bid‘ah Fii Istilah juz 1 hal 20 karya Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad al-Tuwaijri, kemudian bisa juga dilihat dalam kitab Hilyatul Auliya karya Abu Nu’aim Juz 9 hal 113 dan Fathul Baari Juz 13 hal 253 karya Ibnu Hajar.
Dalam kaitan ini, menurut Muhammadiyah, bid‘ah itu hanya ada dalam masalah akidah dan ibadah mahdlah. Namun dalam masalah muamalah, selama hal itu tidak bertentangan dengan syariat dan dapat mendatangkan maslahat bagi kehidupan -walaupun tidak ada pada zaman Rasulullah saw,- maka hal tersebut bukanlah suatu perbuatan bid‘ah.
Wallahu a‘lam bish-shawab.
----
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 17 Tahun 2020