REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakaian yang digunakan khususnya untuk ibadah harus dalam keadaan suci dari najis. Oleh karena itu, dalam mencuci pakaian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Asma binti Abi Bakar, ada seorang wanita bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, mohon penjelasannya apabila ada seorang dari kami yang bajunya kena darah haid. Apa yang harus kami lakukan?” Rasulullah menjawab, “Apabila pakaian salah satu dari kalian terkena haid, hendaknya digosok lalu memercikkan dengan air. Kemudian boleh digunakan untuk sholat.”
Dalam mazhab Syafi’i tentang batasan air terbagi menjadi dua. Ada air yang kurang dari dua qullah dan air yang telah mencapai dua qullah atau lebih.
Air dua qullah setara dengan volume air 216 liter atau air dalam kubus yang berukuran panjang, lebar, dan tingginya 60 sentimeter. Untuk ketentuannya, air yang kurang dari dua qullah apabila kemasukan najis walaupun tidak ada perubahan (taghayyur) dari salah satu sifat air, maka dihukumi sebagai air yang terkena najis (mutanajjis). Tiga sifat air, yaitu warna, rasa, dan bau.
Sementara itu, pakaian yang akan dicuci terbagi menjadi dua jenis, yakni pakaian kotor saja dan pakaian kotor karena najis. Pakaian kotor saja disebabkan karena benda suci, misal keringat, debu, daki, dan lain-lain. Sedangkan pakaian kotor karena najis, seperti ompol bayi, percikan air kencing, kotoran ayam, dan lain-lain.