Sebab, saat dia sekarat, dipertunjukkan gambaran neraka seperti yang diucapkan Rasulullah. Tentunya, ini berbeda dengan mukmin yang justru senang meninggalkan dunia karena diperlihatkan gambaran surga.
Selanjutnya, kata gharqan terambil dari kata ghariqa yang artinya masuk ke dalam sesuatu atau menarik sesuatu sampai batas akhirnya.
Namun, ghariqa dalam konteks ini juga diartikan tenggelam karena seseorang tertarik masuk, ini bisa jadi sampai ke dasar yang terdalam.
Jika an-nâzi’ât dipahami sebagai malaikat-malaikat pencabut ruh manusia kafir, maka gharqan menggambarkan keadaan pencabutan nyawa sampai ke dasar jiwa terdalam.
Kemudian kata an-nâsyithât dan nasythan terambil dari kata nasyatha. Pada mulanya kata itu berarti mengikat dan mengeluarkan. Dalam konteks ini, kata tersebut diartikan mencabut, tetapi pencabutan yang lemah lembut.
Lalu kata as-sâbihât dan sabhan pada mulanya berarti menjauh dari posisi. Dari sini lahir sekian banyak arti bagi kata tersebut sesuai dengan subjeknya.
Kata as-sâbiqât dan sabqan terambil dari kata sabaqa yang artinya mendahului. Kata musâbaqah adalah upaya dua pihak atau lebih untuk saling mendahului tiba di tujuan.
Kendati ayat-ayat di atas menunjuk pada malaikat, tetapi penyebutan peranan mereka yang berlainan dan berdiri sendiri mengisyaratkan peranan yang mereka lakukan sangat sempurna.
Malaikat adalah pengatur urusan atau perantara yang lain. Misal, dalam hal kematian, peranan malaikat sangat jelas. Ayat lima di atas menegaskan peranan mereka sebagai pengatur dalam segala urusan. Mereka adalah perantara atau pengatur yang sama sekali tidak bertentangan dengan kuasa Allah SWT.