REPUBLIKA.CO.ID, Kapan suatu wabah yang melanda suatu negeri akan mereda? Pertanyaan ini dapat dicari reka-reka jawabannya dalam Karya ulama terkemuka abad pertengahan, al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani (1372- 1449). Ia menulis kitab berjudul Badzlu al Maun Fi Fadhli al Thaun.
Dikatakan rekaan, sebab kita pun mesti memperhatikan konteks zaman tem pat Ibnu Hajar al-Asqalani. Artinya, wabah yang dicatat olehnya belum dapat digener alisasi untuk zaman setelahnya.
Dalam karyanya itu, al-Asqalani menulis, “Wabah yang terjadi di berbagai negeri kaum Muslimin biasanya terjadi pada pertengahan musim bunga (semi) setelah keluar dari musim dingin, dan akan berakhir pada awal musim panas. Perinciannya, wabah yang dicatat al-Asqalani berlangsung sejak akhir Rabiul Awal. Sebarannya dirasakan mulai berkurang pada akhir Rajab. Ketika masuk Sya'ban, masyarakat yang terdampak thaun semakin berkurang lagi.
Ikhtiar ulama tersebut dalam mencantumkan (perkiraan) durasi wabah bukan da lam kapasitas memastikan. Bagaimanapun, setiap peristiwa merupakan ketetapan Allah SWT. Wabah hendaknya menjadi momen untuk manusia merenungi penciptaan dan tanggung jawab dirinya di dunia.
Bagi kaum Muslimin, wabah sudah sepantasnya menjadi pengingat, bahwa selalu ada kesempatan tobat nasuha, memohon ampunan kepada Allah SWT. Hal ini bisa diterapkan dengan memperbanyak ibadah, zikir, dan munajat. Tentu saja, usaha-usaha juga dilakukan. Al-Asqalani sendiri menegaskan, pentingnya menjauhi kerumunan kala wabah berlangsung.