Perselisihan berlangsung empat sampai lima hari. Hampir saja perselisihan itu menimbulkan pertumbahan darah di tanah suci.
Untunglah ada usul dari Abu Umayah ibnul Mughirah al-Makhzumi untuk mengatasi perselisihan itu. Yang diberi kepercayaan meletakkan batu mulia itu adalah orang yang pertama-tama memasuki masjid.
Ternyata yang pertama memasuki Masjid adalah Muhammad. Mengetahui Muhammad yang mereka juluki al-Amin yang akan meletakkannya. mereka semua setuju.
Maka Muhammad meminta dibentangkan sehelai kain. Ditaruhnya Hajar Aswad ke atas kain itu, lalu dia minta perwakilan semua suku untuk memegang bersama-sama ujung kain dan menggotong Hajar Aswad ke dekat tempatnya.
Setelah itu Muhammad mengambil Hajar Aswad dan meletakkan kembali ke tempatnya semula. Dengan cara yang bijaksana itu, semua suku merasa puas karena tidak ada yang diperlakukan lebih dari yang lainnya.
Bangunan Ka’bah seperti itu tidak pernah diubah lagi. Setelah Fathu Makkah, Nabi pernah menyatakan kepada ‘Aisyah, "Wahai Aisyah dulu kaummu kekurangan batu bata sehingga sebagian bangunannya tidak ditinggikan. Kalau aku tidak ingin dikatakan mereka mengubah bentuk Ka’bah, tentu aku akan bangun kembali seperti semula."
Berdasarkan itu pemerintahan manapun yang berkuasa, tidak pernah meninggikan kembali Hijir Ismail seperi semula. Cuma diingatkan bagi yang thawaf tidak boleh mengelilingi Ka’bah dari dalam Hijir Ismail, harus dari luarnya. Karena kalau dari dalam dianggap tidak cukup satu putaran.
https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/12/23/nabi-muhammad-saw-7-renovasi-kabah-dan-wahyu-pertama/