Senin 21 Dec 2020 15:03 WIB

Media Sosial dan Rentan Terumbarnya Aurat Perempuan

Islam Meletakkan Batasan Aurat Bagi Perempuan

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Nashih Nashrullah
Islam Meletakkan Batasan Aurat Bagi Perempuan. Media Sosial (ilustrasi)
Foto:

Khusus untuk wajah apakah termasuk aurat atau tidak, Imam Ibnu Jarir Ath Thabari dalam Jami Al Bayan 'An Tawil ayil Quran mengemukakan beberapa pendapat dari sejumlah ulama. Pendapat pertama menyatakan yang boleh terlihat dari wanita hanya pakaian. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud dan Al Hasan.

Sedangkan pendapat kedua menyatakan perhiasan wanita yang boleh terlihat adalah celak pada mata hingga wajah. Juga cincin dan gelang sehingga pergelangan tangan menjadi terlihat. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Abbas dan Sa'id ibn Jubair. Sedangkan pendapat yang dikemukakan oleh Imam Qatadah dari Al Hasan menyatakan bagian wanita yang boleh terlihat adalah wajah dan pakaiannya.

Dari ketiga pendapat ini, Ath-Thabari lebih condong kepada pandangan yang membolehkan wajah dan pergelangan tangan wanita terlihat. Sehingga perhiasan apapun di kedua bagian tubuh tersebut dibolehkan terlihat. Sedangkan Ibnu Jarir menyatakan ijm ulama menyatakan perempuan harus membuka wajah dan telapak tangannya ketika sholat dan menutup sisanya.

Imam Bukhari dan Muslim serta Ashhabus Sunan meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan dari Khats'am meminta fatwa kepada Rasulullah SAW pada waktu haji wada. Saat itu, Al Fadhl bin Al Abbas bersama Nabi dalam satu kendaraan. 

علي بن أبي طالب : أن رسول الله أردف الفضل ثم أتى الجمرة فرماها، ثم أتى المنحر. فقال هذا المنحر ومنى كلها منحر. واستفتته جارية شابة من خثعم فقالت: «إن أبي شيخ كبير قد أدركته فريضة الله في الحج، أفيجزئ أن أحج عنه؟». قال: «حجي عن أبيك». قال ولوى عنق الفضل، فقال العباس: «يا رسول الله. لم لويت عنق ابن عمك؟». قال: «رأيت شابّاً وشابة، فلم آمن الشيطان عليهما

Dalam satu riwayat disebutkan Al Fadhl bin Abbbas melirik perempuan itu yang ternyata berwajah cantik. Nabi SAW pun memalingkan wajah Al Fadhl ke arah lain. Kemudian, Al Fadhl bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau palingkan anak pamanmu?" Rasulullah pun menjawab, "Saya melihat seorang pemuda dan seorang pemudi, maka saya merasa tidak aman akan gangguan setan terhadap mereka berdua." 

photo
Ilustrasi Muslimah - (Pixabay)

Syekh Qaradhawi menjelaskan, sebagian ahli hadits dan fuqaha (ahli fiqih) melakukan istimbat (menetapkan sesuatu dengan mengambil sumber) dari hadits ini tentang bolehnya melihat wajah wanita jika aman dari fitnah.

Nabi SAW pun tidak memerintahkan wanita tersebut menutup wajahnya. Jika wajah tertutup, Ibnu Abbas tidak akan tahu apakah wanita itu cantik atau jelek. Para ahli hadits dan fuqaha (ahli fiqih) pun berkata, "Kalaupun Ibnu Abbas tidak mengerti bahwa melihat wajah wanita itu boleh, niscaya dia tidak bertanya kepada Nabi. Seandainya pemahaman itu tidak benar, niscaya tidak diakui oleh Nabi SAW." 

Syekh Qaradhawi kemudian melanjutkan, peristiwa ini pun terjadi setelah turunnya ayat tentang hijab karena haji wada terjadi pada tahun 10 Hijriyah sedangkan ayat hijab pada 5 Hijriyah.

 

Memakai cadar, niqab, atau burqa pun dinilai Syekh Qaradhawi sebagai bentuk sebuah tradisi yang dikenal pada masa Islam. Menurut dia, tradisi tersebut dibuat demi kehati-hatian mereka sebagai tindakan preventif. Akan tetapi, bukan sebagai perintah agama. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement