REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Apa hukum menikahi wanita yang sedang hamil menurut perspektif fiqih Islam?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu diketahui sebab wanita hamil. Ada dua sebab seorang wanita bisa hamil yaitu sebab hamil yang sah dan halal dalam arti hamilnya hasil hubungan suami istri yang sah dengan suami yang sah di bawah pernikahan yang juga sah dan sebab hamil yang tidak sah, karena dilakukan dengan cara melakukan zina yang diharamkan syariat.
Aini Aryani, Lc dalam bukunya "Halal-Haram Menikahi Wanita Berzina dan Hamil" selain hamil karena menikah ada hamil karena zina yang diharamkan syariat.
Dalam kasus ini, kata Aryani ada dua kemungkinan kasus. Pertama, nikahnya wanita hamil hasil zina ini dengan laki-laki yang menzinainya di luar nikah, kedua, nikahnya wanita hamil ini dengan laki-laki lain yang bukan ayah dari bayinya.
Pada kesempatan ini, Aryani menyampaikan pendapat imam mazhab tentang halal haramnya wanita hamil dinikahi selain ‘ayah’ dari bayi dalam kandungan.
Halal dinikahi
Menurut pendapat Mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah terbalik 180 derajat, yaitu mereka justru menghalalkan pernikahan tersebut, baik dilakukan laki-laki yang menjadi ayah dari si bayi atau pun laki-laki lain yang bukan ayah si bayi.
Penting untuk dijadikan catatan, meski kedua mazhab ini membolehkan terjadinya akad nikah, namun kebolehannya berhenti hanya sampai pada akadnya saja. Sedangkan hubungan seksual suami istri hukumnya haram dilakukan.
Haram dinikahi
Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah Mazhab Al-Malikiyah dan Al-Hanabilah berpendapat bahwa menikahi wanita yang dalam keadaan hamil akibat berzina dengan laki-laki lain hukumnya haram. Dan keharaman ini berlaku mutlak, baik kepada laki-laki yang menghamilinya, atau ayah si bayi, dan juga berlaku kepada laki-laki lain.
Dasar keharamannya adalah dalil-dalil berikut ini. Nabi SAW bersabda dalam hadits riwayat Abu Dawud dan al-Hakim: لا توطأ حامل حتى تضع "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan.”
عن سعيد بن المسيب: أن رجلا تزوج امرأة، فلما أصابها وجدها حبلى، فرفع ذلك إلى النبي صلى الله عليه وسلم، ففرق بينهما
Sementara hadist lain, dari Said bin Al-Musayyab bahwa seseorang telah menikah dengan seorang wanita, namun baru ketahuan wanita itu dalam keadaan hamil. Maka kasus itu diangkat ke hadapan Rasulullah SAW dan beliau memisahkan antara keduanya.” (HR Said bin Manshur)