REPUBLIKA.CO.ID, Sejak awal abad ke-12, ada delapan wilayah berdaulat yang muncul dari perpecahan Seljuk. Yang terkemuka di antaranya Kesultanan Rum. Pendirinya bernama Sulaiman bin Qutulmisy, seorang sepupu jauh Malik Shah. Dua tahun setelah memenangkan Pertempuran Manzikert, ia mendirikan pusat pemerintahan baru di Iznik.
Kesultanan Rum berhasil menguasai sebagian besar Anatolia. Meskipun dapat menghalau beberapa kali pasukan Salib, kerajaan tersebut tak mampu membendung invasi bangsa Mongol pada 1200-an.
Sultan Rum terpaksa menyerah dan meletakkan kedaulatan negerinya di bawah kendali pihak penjajah. Dalam periode ini, dunia Islam memang betul-betul dilanda musibah besar. Keganasan bangsa dari Asia Timur itu tak kenal ampun. Pada 1258 bala tentara Mongol bahkan membumihanguskan Baghdad, jantung negeri Kekhalifahan Abbasiyah.
Krisis yang melanda dunia Islam kala itu justru menjadi peluang bagi dinasti-dinasti Turki untuk tampil di muka. Pada 1250, misalnya, kaum elite militer keturunan budak yang berkebangsaan Turki berhasil merebut kekuasaan dari Ayyubiyah di Mesir. Mereka lalu mendirikan Dinasti Mamluk di kawasan delta Sungai Nil itu.
Konsolidasi bangsa Turki juga terjadi di Anatolia sesudah Kesultanan Rum. Proses tersebut menjadi latar belakang naiknya seorang pemimpin baru. Sumber-sumber dari era Bizantium menyebut namanya se bagai Atman atau Atouman. Ada pun manuskrip-manuskrip Arab dari zaman yang sama menamakannya Uthman.
Sosok tersebut belakangan lebih populer dengan sebutan Osman Ghazi. Dialah pendiri Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman kerajaan yang sejak 1517 menjadi sebuah kekhalifahan Islam.
Bagaimanapun, sumber-sumber historis yang kredibel tentang Osman Ghazi sangat langka. Sejarawan Colin Imber dalam artikelnya, The Legend of Osman Gazi, bahkan menyimpulkan bahwa sumber-sumber sejarah awal berdirinya Kesultanan Utsmaniyah begitu gelap, bagaikan sebuah lubang hitam (black hole). Demikian pula dengan riwayat sang pendirinya.
Tidak ada yang tahu pasti kapan dan di mana Osman Ghazi dilahirkan.Teks-teks mengenai dirinya ke banyakan bersumber dari tradisi oral masyarakat setempat yang penuh nuansa rekaan. Otoritas Turki Utsmaniyah pun 'baru' menulis sejarah baku tentang bapak bangsa mereka pada abad ke-15 atau lebih dari 100 tahun sejak kematian Osman Ghazi.
Yang jelas, darinya-lah nama kesultanan Utsmaniyah berasal. Selain itu, menurut hikayat-hikayat tradi sional, Osman Ghazi datang dari klan Kayi. Alhasil, sosok historis ini masih keturunan suku bangsa Turki Oghuz. Ia disebutkan lahir di sebuah wilayah Kesultanan Rum. Ayahnya bernama Urthughril atau Ertugrul, sedangkan kakeknya adalah Suleiman Shah.
Prof Ali Muhammad ash-Shallabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (2003) menuturkan sebuah hikayat lokal mengenai tokoh ini. Pada 617 Hijriyah atau 1220 M, Suleiman Shah menyelamatkan diri dan keluarganya dari serbuan pasukan Mongol. Dari Kurdistan sekitar Irak utara mereka hijrah ke Kota Akhlath, tepian Danau Van, Anatolia. Pada 628 H/1230 M, Suleiman wafat dan digantikan putranya, Ertugrul.
Ertugrul memimpin eksodus kabilahnya yang terdiri atas 100 kepala keluarga dan 400 pasukan berkuda. Kali ini tujuannya adalah Anatolia barat laut. Dalam perjalanan, ia mendapati keributan tak jauh dari tempatnya singgah. Ternyata, dirinya berada dekat dengan lokasi pertempuran antara pasukan Muslimin dan Nasrani. Waktu itu Bizantium sedang digdaya di tengah merosotnya militer Seljuk.
Menyadari hal itu, Ertugrul pun bergabung dengan prajurit Islam.Per tempuran itu berakhir dengan ke - menangan pihak Muslimin. Komandan pasukan Seljuk memberi penghargaan atas bantuan Ertugrul dan rombongannya. Ia pun diberikan sebidang tanah di Anatolia barat,dekat wilayah perbatasan Bizantium
Ertugrul dan kaumnya lantas menetap di area pemberian orang-orang Seljuk itu. Aliansi dengan Seljuk terjalin dengan erat. Setiap ekspedisi jihad yang melawan pasukan Salib atau Bizantium pun selalu diikutinya.
Pada 699 H/1299 M, Ertugrul wafat. Putranya tampil sebagai pemimpin baru. Dialah Osman Ghazi. Dalam menjalankan roda pemerintahan, sang peletak fondasi Kesultanan Utsmaniyah itu mengikuti kebijakan ayahnya, termasuk dalam memperluas wilayah kekuasaan hingga ke kota-kota jajahan Bizantium.