REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kisah Rasulullah SAW dalam menegakkan keadilan patut diteladani oleh umat Islam, khususnya yang menjadi penegak hukum di negeri ini. Karena, bagi Rasulullah, keadilan tidak pernah pandang bulu.
Seperti dikisahkan dalam buku “ 115 Kisah Menakjubkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW”. Dikutip dari riwayat Aisyah RA dijelaskan sebagai berikut:
عن عائشة رضي الله عنها: أن قريشا أهمهم شأن المخزومية التي سرقت ، فقالوا : من يكلم فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقالوا : ومن يجترئ عليه إلا أسامة بن زيد حب رسول الله صلى الله عليه وسلم فكلمه أسامة ، فقال : أتشفع في حد من حدود الله ؟ ثم قام فاختطب ، فقال : إنما أهلك الذين من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه ، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد ، وايم الله : لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها
Ada seorang wanita yang telah mencuri. Dia berasal dari keluarga terhormat dan disegani dari Bani Makhzum.
Karena perbuatannya, ia pun harus dihukum sesuai dengan aturan yang diterapkan saat itu, yaitu dengan dipotong tangannya. Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan. Karena itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk memaafkan wanita itu dan membatalkan hukuman potong tangan.
Akhirnya, mereka menemui Usamah bin Zain, seorang sahabat yang dekat dan dicintai Rasulullah. Mereka memohon kepada Usamah untuk menghadap Rasulullah dan menyampaikan maksud mereka.
Setelah itu, Usamah kemudian beranjak pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan keinginan keluarga wanita yang melakukan pencurian itu. Setelah mendengarakan permintaan itu, Rasulullah pun terlihat marah, lalu berkata, “Apakah kau meminta keringanan atas hukum yang ditetapkan Allah?”
Kemudian, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin hingga sampai pada sabdanya:
“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.
Tidak ada yang berubah pada ketetapan Allah dan Rasul-Nya. Wanita dari keluarga yang terhormat itu tetap harus menjalani hukuman potong tangan. Aisyah Ra menuturkan, “Wanita itu kemudian bertobat , memperbagus tobatnya, dan menikah. Ia pernah datang dan menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah.”