Selasa 20 Oct 2020 04:19 WIB

Pemberontakan Terbesar Gerakan Tarekat Melawan Penjajah

Penjajah Belanda terkejut dengan pemberontakan gerakan tarekat.

Pemberontakan Terbesar Gerakan Tarekat Melawan Penjajah. Foto: Berdzikir. Ilustrasi
Foto: Thoudy Badai/Republika
Pemberontakan Terbesar Gerakan Tarekat Melawan Penjajah. Foto: Berdzikir. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemberontakan paling besar yang digerakkan tarekat melawan pemerintah Belanda terjadi di Banten, Jawa Barat, pada 1888. Sebuah pemberontakan yang, kata van Bruinessen, mengejutkan masyarakat Hindia Belanda dan menciptakan ketakutan kolonial terhadap "fanatisme" Muslim.

Peristiwa ini diuraikan sejarawan Sartono Kartodirdjo dalam karya klasiknya, The Peasants' Revolt of Banten in 1888. Para ulama Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah memainkan peranan kunci dalam pemberontakan petani pada 1888.

Baca Juga

Banten, paling tidak seabad yang lalu, dikenal dengan nuansa Islamnya yang kental. Kesultanan Banten didirikan pada 1520 oleh pendatang-pendatang yang beragama Islam dari Demak. Kekuatan Islam di wilayah itu diperkuat oleh tiga lembaga keagamaan, yaitu qadhi, pesantren, dan tarekat.

Sartono Kartodirdjo menulis, gerakan tarekat dan pesantren merupakan wadah penanaman semangat antikolonial dan cita-cita kebangkitan yang efektif. Gerakan ini juga alat yang baik untuk mengorganisasikan massa. Apalagi, kebanyakan guru tarekat juga memimpin pesantren. Pembentukan solidaritas kelompok dilakukan di tarekat melalui sejumlah ritual keagamaan.

Pada saat terjadi pemberontakan, pesantren dan tarekat memiliki peran strategis sebagai mobilization for action, kekuatan mobilisasi dan penyaluran massa. Namun, menurut van Bruinessen, mengutip pendapat Snouck Hurgronje dan Sartono Kartodirdjo, pemberontakan 1888 bukan hanya ekspresi dari fanatisme semata-mata, melainkan sebuah respons terhadap keadaan ekonomi yang tidak beres.

Banten abad ke-19 adalah Banten yang telah dikuasai pemerintah Belanda. Terjadi perubahan kondisi sosial-ekonomi akibat penetrasi ekonomi Barat dalam administrasi pemerintahan. Jaringan pesantren dan tarekat memungkinkan pemberontakan itu menjadi lebih dari sekadar pemberontakan tingkat lokal.

Gerakan jihad lain yang diprakarsai kaum tarekat adalah gerakan Beratib Beramal di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Tidak begitu jelas ke mana afiliasi gerakan ini, tapi mereka diperkirakan pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Di Sumatra Barat, juga meletus pemberontakan melawan pajak tembakau yang dikenal dengan Perang Kamang (1908).

Pemberontakan ini digerakkan oleh para guru dan pengikut Tarekat Syattariyah. Sementara, Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah di bawah pimpinan Guru Bangkol memainkan peranan dalam gerakan rakyat di Pulau Lombok pada 1891. Orang Sasak bangkit melawan kerajaan Hindu Bali yang dominan.

Fakta-fakta di atas memperlihatkan besarnya kiprah tarekat dalam politik dan perlawanan antikolonial. Kekuatan gerakan ini terletak pada mobilisasi massa. Jaringan tarekat dengan massa yang luas menyimpan potensi politik. Pada zaman kolonial, potensi politik tersebut berkali-kali muncul dalam bentuk gerakan rakyat.

Selama sekian waktu, tarekat juga telah menjadi semacam jaringan internasional yang mempererat persaudaraan antar-Muslim. Ketika seseorang masuk ke dalam suatu tarekat, berarti ia masuk ke dalam suatu jaringan keluarga besar tertentu. "Tarekat tidak hanya relevan dengan peningkatan spiritualitas, tetapi juga dengan usaha perbaikan dan peningkatan kualitas hidup, bahkan eksistensi kaum Muslim itu sendiri," kata Azyumardi Azra dalam Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII.

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement