Selasa 29 Sep 2020 19:22 WIB

Yahudi Era Ottoman, Mereka Ditolong Lalu Tusuk dari Belakang

Yahudi pada era Ottoman menikmati kenyamanan dan keamanan.

Para orang kaya di zaman Ottoman (ilustrasi)
Foto:

photo
Yahudi  (ilustrasi) - (Reuters/Ronen Zvulun )

Smart rebellion

Kiprah gerakan Zionis Yahudi di Turki Utsmani dapat dikatakan sebagai suatu bentuk "smart rebellion", yang berbeda dengan gerakan-gerkan separatis minoritas lainnya, seperti Armenia. Smart rebellion tidak mengandalkan pada kekuatan senjata dan fisik, tetapi lebih mengandalkan gerakan bawah tanah (clandestine).

Mereka menyelubungi gerakan Zionis dengan aktivitas berbentuk sosial, ekonomi, kebudayaan, dan pendidikan. Tahun 1899, dua tahun setelah Kongres Zionis pertama, beberapa Yahudi di Salonika mendirikan satu asosiasi yang dikenal dengan nama Kadimah.

Kadimah bukan sekadar perkumpulan agama. Kelompok ini bahkan tidak disukai Kepala Rabbi Salonika, sebab anggota-anggotanya tidak tampak melakukan aktivitas keagamaan sebagaimana layaknya. Esther Benbassa menyebut Kadimah sebagai gerakan bawah tanah kelompok Zionis. (Esther Benbassa, Associational Strategies in Ottoman Jewish Society in the Nineteenth and Twentieth Centuries, in Avigdor Levy (ed.), The Jews of the Ottoman Empire Princeton: The Darwin Press, 1994].

Menyusul Revolusi 1908, CUP mendukung elemen-elemen nasionalis Turki. Sampai pada tahap ini Yahudi menempati posisi penting dalam gerakan Turki Muda atau CUP. Di antara semua kelompok minoritas Turki Utsmani, hanya Yahudi yang menempatkan tokoh-tokohnya pada jajaran pimpinan CUP, seperti Emmanuel Carasso (Karasu) dan Moise Cohen Tekinalp. Semua wakil Yahudi di parlemen pada tahun 1908-1918 adalah anggota CUP. Jadi, CUP adalah penguasa Turki yang sebenarnya setelah Revolusi 1908.

Dasar-dasar pendirian gerakan Zionis di Turki Utsmani mengambil saat-saat ini. Gerakan ini dimulai dengan pendirian cabang dari World Zionist Organization di Istambul 1908, di bawah selubung institusi perbankan, The Anglo Levantine Banking Company.

Strategi dan taktik gerakan Zionis tampak cerdik. Walaupun menempati posisi-posisi penting di CUP dan parlemen Utsmani, mereka sama sekali tidak mengajukan usulan untuk memisahkan diri dari Utsmani, sebagaimana gerakan minoritas lainnya. Mereka menyokong apa yang dipromosikan CUP, yaitu Turkish nationalism. Seorang penulis Turki, Enver Ziya Karal, mencatat tentang Sultan Abdul Hamid II, "Inti segala masalah bagi Sultan adalah Islam, yang merupakan satu-satunya ikatan kuat yang menyambung umat Islam satu sama lain di dalam kekuasaan Utsmani."

Sultan Abdul Hamid II memandang, ke bebasan yang digalakkan oleh Turki Mu da adalah suatu senjata penghancur bagi Turki Utsmani. Ia menuturkan dalam kata-katanya, "Memberikan kebebasan sama halnya memberikan senjata kepada seseorang yang tidak tahu bagaimana menggunakannya. Dengan senjata tersebut, orang itu bisa saja membunuh ayah nya, ibunya, bahkan dirinya sendiri." (Mehmed Maksudoglu, Osmanli History, hlm. 234).

Sebaliknya, bagi para pemimpin CUP, Barat adalah segala-galanya. Dalam katakata Abdullah Cevdet, seorang pendiri CUP, "Hanya ada satu peradaban, dan itu adalah peradaban Eropa. Karenanya, kita harus meminjam dari peradaban Barat, baik mawarnya maupun durinya." Abdullah Cevdet juda dikenal sebagai simpa tisan Judaisme dan gerakan Zionis. (Lihat, Ilber Ortayli, Ottomanism and Zionism During the Second Constituional Period, dalam Avigdor Levy (ed.), The Jews… hlm. 534).

Dengan mencermati secara serius 'Worldview' (Weltanschaung) para tokoh Turki Muda atau CUP antara 1889-1902, Hanioglu sampai pada kesimpulan bahwa ideologi negara Turki modern memang dibangun di atas dasar "materialis-positivis dan nasionalisme". Dengan ideologi seperti itu, dan cara pandang yang ter- Barat-kan (westernized), tentu tidak mengherankan Turki Muda bersikap netral terhadap Zionisme, dan membiarkan Palestina dicaplok Yahudi Zionis.

Hikmahnya, sebuah imperium besar seperti Turki Utsmani bisa digulung dari dalam, melalui sebuah gerakan pemikiran. Saat generasi tua gagal disekulerkan, maka mereka siapkan "Generasi Muda" yang sudah tersekulerkan. Generasi inilah yang akhirnya tampil dalam berbagai lini kepemimpinan masyarakat dan negara. 

 

*Naskah bagian dari artikel berjudul 'Kisah Yahudi Utsmani' karya Dr Adian Husaini yang terbit di Harian Republika pada 2017  

 

 

 

 

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement