REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Yuanda Zara | Sejarawan
JAKARTA -- Relasi antara Muhammadiyah dengan gerak badan, khususnya sepak bola, memiliki akar sejarah yang jauh. Sejak awal kelahirannya, Muhammadiyah tidak hanya mempromosikan ajaran Islam yang murni dan pemikiran yang sehat, tapi juga tubuh yang sehat serta kuat. Salah satu tokoh Muhammadiyah, Ki Bagus Hadikusumo, dikenal sebagai salah seorang pendiri klub sepak bola Kauman Voetbal Club (KVC).
Hizbul Wathan (HW) Muhammadiyah, yang didirikan enam tahun setelah berdirinya Muhammadiyah, juga memiliki atensi besar pada olahraga. Di lembaga ini anak-anak hingga pemuda dididik menjadi kader Muhammadiyah, tak hanya melalui penguasaan ajaran agama dan ilmu pengetahuan, tapi juga dengan membentuk fisik yang baik.
Indonesianis terkemuka asal Prancis, Denys Lombard, dalam buku Nusa Jawa: Batas-Batas Pembaratan, menyebut perkumpulan kepanduan di masa Hindia Belanda (termasuk Hizbul Wathan dan seksi Kepanduan Sarekat Islam [Afdeeling Padvinderij]) percaya pendidikan fisik, kehidupan di alam terbuka, dan pertandingan olahraga berperan penting untuk menempa jiwa anggotanya. Persatuan Sepakbola HW sendiri (yang akarnya bisa dilacak ke KVC-nya Ki Bagus) dikenal sebagai klub sepak bola yang kuat di zamannya, dengan Lapangan ASRI menjadi tempat latihan mereka.
Tapi tentu tak hanya di HW saja gerak badan menjadi prioritas. Aktivitas olahraga juga dilakukan dalam berbagai kesempatan atau kegiatan yang melibatkan warga Muhammadiyah, mulai dari pertandingan yang dilakukan untuk amal hingga pertandingan yang dilangsungkan guna memeriahkan kongres maupun konferensi Muhammadiyah. Dan pertandingan semacam ini mendorong partisipasi banyak pihak, tidak hanya warga Muhammadiyah saja, tapi juga klub olahraga di luar Muhammadiyah, masyarakat umum, serta media massa Hindia Belanda.
Pada 22 Januari 1935 majalah berbahasa Belanda terkemuka yang terbit di Surabaya, Soerabaijasch Handelsblad, menurunkan sebuah laporan menarik tentang pertandingan sepakbola yang digelar Muhammadiyah.
Voetbal
De gehouden liefdadigheidwedstrijden voor de afd. Armenzorg van de verg. Moehammadijah hebben veel belangstelling getrokken, speciaal van Inh. Zijde. Als netto provenu kon een bedrag van ruim f 60.- worden afgedragen.
Sepak bola
Pertandingan amal yang diselenggarakan untuk bagian Perawatan Orang Miskin pergerakan Muhammadiyah telah menarik banyak atensi, khususnya dari masyarakat pribumi. Hasil bersih berupa uang sejumlah 60 gulden berhasil dibayarkan.
Laporan di atas memberikan gambaran tentang bagaimana Muhammadiyah bisa memadukan upaya membantu kaum miskin dengan kegiatan yang menggembirakan masyarakat banyak. Pertandingan sepakbola yang diadakan Muhammadiyah berlangsung meriah karena besarnya antusiasme publik.
Minat besar ini juga berpengaruh pada perolehan dana bagi usaha amal Muhammadiyah. Ada empat tim yang bertanding, yakni H.W. (Hizbul Wathan), Doho, Radio, dan H.C.T.N.H. (klub sepakbola pemuda Tionghoa). Hasilnya: Doho vs Radio (1-0); H.C.T.N.H vs H.W. (2-0) dan Doho vs H.C.T.N.H. (2-1).
Pemoeda Moehammadijah tak ketinggalan dalam meramaikan kegiatan olahraga. Pada pertengahan tahun 1936, di Lawang (Malang) diadakan kompetisi sepakbola untuk memperebutkan sebuah piala bergilir. Pesertanya terdiri atas enam klub Eropa, Tionghoa dan pribumi dari Lawang dan Soember Porrong (Sumberporong). Salah satu di antaranya adalah Pemoeda Moehammadijah. Tuan Birkhof dan De Wit bertindak sebagai scheidsrechters (wasit). Ajang kompetisi ini diharapkan menjadi kesempatan untuk setiap klub unjuk gigi pada publik.
Tujuan lain agar klubklub sepak bola di Lawang bisa bertanding secara teratur serta meningkatkan jiwa sportivitas mereka. Jadwal pertandingan sudah disusun. Pada hari Sabtu, 29 Agustus 1936, klub Soember Porrong A akan berhadapan dengan La-Si (gabungan antara Lawang dan Singosari). Keesokan harinya giliran Pemoeda Moehammadijah yang akan bertanding. Lawannya adalah Pemoeda Nahdotoel Oelama [sic].
Kongres adalah momentum lain yang membuat Muhammadiyah terjun ke lapangan sepakbola. Tatkala akan mempersiapkan kongresnya di Malang tahun 1938, warga Muhammadiyah tak hanya sibuk dengan urusan logistik kongres.
Kongres ini juga diharapkan akan membawa kegembiraan pada masyarakat pada umumnya. Untuk itu, Muhammadiyah berencana menyelenggarakan sejumlah pertandingan sepak bola yang melibatkan klub-klub sepakbola di Malang dan Surabaya pada tanggal 13-15 Mei 1938.
Latar belakang pemain di klub-klub itu beragam, mulai dari orang Belanda, Tionghoa, Arab, pribumi Jawa dan Ambon. Klub yang berpartisipasi meramaikan kejuaraan pra-kongres ini antara lain H.C.T.N.H., Tiong Hwa I, Ardjoeno, Xerxes, Corinthians, Al Bad’r I, Jong Ambon I, dan Bondselftal. Jadwal pertandingan, termasuk siapa melawan siapa dan jam mulai pertandingan, diumumkan lewat surat kabar berbahasa Belanda, De Indische Courant, tanggal 13 Mei 1938, di bawah judul “Komende voetbal-wedstrijden” (Jadwal pertandingan sepak bola yang akan datang).
Di akhir tahun 1938 itu, berbagai organisasi otonom (atau dalam istilah masa itu: afdeelingen en groepen der Moehammadijah) juga berencana mengadakan konferensi di Mojokerto, Jawa Timur. Konferensi yang diselenggarakan 16 hingga 18 Desember 1938 ini menurut rencana akan dihadiri oleh kepanduan Muhammadiyah dari residensi Surabaya, Malang dan Kediri.
Para anggota kepanduan dari luar kota ini akan berkemah di sebuah lapangan yang lokasinya tak jauh dari sekolah MULO Mojokerto di Oosterweg (kini Jalan Pahlawan). Tak hanya para peserta yang banyak ini yang akan memeriahkan suasana konferensi. Yang tak kalah pentingnya adalah berbagai aktivitas yang mereka organisir dan ikuti, termasuk berbagai parade dan pertunjukan. Di luar itu, ada pula sejumlah pertandingan sepak bola, yang tentunya akan menarik banyak perhatian dari publik setempat.
Sumber: Majalah SM Edisi 15 Tahun 2018
https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/09/10/warga-muhammadiyah-bermain-bola-di-masa-hindia-belanda/