Rabu 02 Sep 2020 09:11 WIB

Filosofi dan Sejarah Bulan Muharram

Muharram merupakan salah satu bulan yang suci.

Filosofi dan Sejarah Bulan Muharram
Foto: funfurl.com
Filosofi dan Sejarah Bulan Muharram

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang suci, yakni suci dari perbuatan yang haram. Sederhananya tidak melakukan perbuatan dosa yang disengaja ataupun tidak. Apalagi, kalau dilihat dari historisnya masyarakat Arab tidak akan berperang di bulan Muharram.

Allah juga menjelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu dan perangilah kaum musyrik itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya; dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”(Q.S.At-taubah (9): 36).

Baca Juga

Kita bisa melihat sejarahnya dari beberapa hadits.

Peristiwa Bersejarah di Bulan Muharram

Imam Ahmad mengatakan bahwa Nabi SAW berkhotbah dalam haji wada’nya, yakni beliau bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya zaman telah berputar seperti keadaannya sejak hari Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun terdiri atas dua belas bulan, empat bulan di antaranya adalah bulan-bulan haram (suci); tiga di antaranya berturut-turut, yaitu Zulqai’dah, Zulhijjah, dan Muharram, yang lainnya ialah Rajab Mudar, yang terletak di antara bulan Jumada (Jumadil Akhir) dan Sya’ban.”

Lalu Nabi SAW bertanya, “Ingatlah, hari apakah sekarang?” Kami para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi SAW diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau bersabda.”Bukankah hari ini adalah Hari Raya Kurban?” Kami menjawab, “Memang benar.”

Kemudian beliau SAW bertanya, “Bulan apakah sekarang?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau SAW diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau SAW bersabda, “Bukankah sekarang ini bulan Zulhijjah?” Kami menjawab, “Memang benar.”

Kemudian beliau SAW bertanya, “Negeri apakah ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau SAW diam sehingga kami menduga bahwa beliau akan memberinya nama bukan dengan nama biasanya. Lalu beliau SAW bersabda, “Bukankah negeri ini?” Kami menjawab, “Memang benar.”

Setelah itu Nabi SAW bersabda: “Maka sesungguhnya darah dan harta benda kalian —menurut seingat (perawi) beliau mengatakan pula ‘dan kehormatan kalian’— diharamkan atas kalian seperti keharaman (kesucian) hari kalian sekarang, dalam bulan kalian, dan di negeri kalian ini. Dan kelak kalian akan menghadap kepada Tuhan kalian, maka Dia akan menanyai kalian tentang amal perbuatan kalian.”

Nabi juga mengatakan, “Ingatlah, janganlah kalian berbalik menjadi sesat sesudah (sepeninggal)ku, sebagian dari kalian memukul (memancung) leher sebagian yang lain. Ingatlah, bukankah aku telah menyampaikan? Ingatlah, hendaklah orang yang hadir (sekarang) di antara kalian menyampaikan kepada orang yang tidak hadir, karena barangkali orang yang menerimanya dari si penyampai lebih memahaminya daripada sebagian orang yang mendengarnya secara langsung.”

Ibnu Jarir mengatakan dari Ibnu Umar yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW melakukan khotbahnya dalam haji wada’ di Mina pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Antara lain beliau SAW bersabda: Hai manusia, sesungguhnya zaman itu berputar, keadaan zaman pada hari ini sama dengan keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dan sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, empat bulan di antaranya ialah bulan-bulan haram (suci); yang pertama ialah Rajab Mudar yang jatuh di antara bulan Jumada dan Sya’ban, lalu Zulqai’dah, Zulhijjah, dan Muharram.

Nama-nama Bulan Hijriyah dan Artinya

Hal ini merupakan taqrir (pengakuan) dari Rasulullah SAW dan sebagai pengukuhan terhadap urusan itu sesuai dengan apa yang telah dijadikan oleh Allah SWT sejak semua, tanpa mendahulukan dan menangguh-nangguhkan dan mengganti. Seperti yang disabdakan Nabi sehubungan dengan keharaman (kesucian) kota Mekah, yaitu: “Sesungguhnya kota ini disucikan oleh Allah sejak Dia menciptakan langit dan bumi, maka kota ini tetap suci karena disucikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai hari kiamat.”

Menurut As-Sakhawi, dinamakan demikian untuk mengukuhkan keharamannya. Mengingat orang-orang Arab di masa lalu berpandangan labil terhadapnya, terkadang dalam satu tahun mereka menghalalkannya, sedangkan di tahun yang lain mengharamkannya. Kata muharram dijamakkan menjadi muharramat, maharim, dan maharim.

Maksudnya, itulah syariat yang lurus yang harus diikuti demi menger­jakan perintah Allah sehubungan dengan bulan bulan yang Haram yang  dijadikan-Nya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan-Nya di dalam ketetapan Allah yang dahulu. Dalam firman selanjutnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian dalam bulan yang empat itu”. (At-Taubah: 36)

Yakni dalam bulan-bulan Haram itu janganlah kalian berbuat aniaya terhadap diri kalian sendiri, karena dalam bulan-bulan Haram itu sanksi berbuat dosa jauh lebih berat daripada dalam hari-hari lainnya. 

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/08/30/filosofi-dan-sejarah-bulan-muharram/

 

sumber : Suara Muhammadiyah
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement