REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kisah ini tentang masa muda Syekh Sulaim As-Suyuthi yang terjadi di kota Damaskus, ibu kota Dinasti Umayyah pada masa itu.
Di kota itu terdapatlah sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami At-Taubah. Masjid At-Taubah ini dibangun seorang sultan pada abad ke-7, konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat kemaksiatan.
Dikisahkan Khaeron Sirin dalam bukunya. "Ketawa Sehat Bareng Para Ahli Fikih", syekh tinggal di salah satu ruangan masjid itu hampir 70 tahun. Syekh sangat termashur dan dipercaya karena kejujurannya.
"Seringkali ia melewati hari-hari tanpa ada makanan sedikitpun ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan seringkali ia merasa kematiannya sudah dekat, tetapi ia menganggapnya sebagai ujian," katanya.
Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat karena sudah berhari-hari ia tidak makan, demi mempertahankan hidup ia harus makan apa saja Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai atau mencuri.
"Saat itu Sulaim memilih mencuri segenggam makanan," ujarnya.
Menjelang waktu ashar ia keluar dari masjid, jika di luar masjid ada yang memberinya makanan, Alhamdulillah, jika tidak ia terpaksa harus mencuri.
Masjid At-Taubah berada di sekitar perkampungan yang rumahnya saling berdampingan satu dengan yang lainnya. Terpikir oleh Syekh untuk melintas di atas rumah-rumah penduduk itu kalau kalau ada makanan yang dijemur di atas rumah.
Ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong dan segera melangkah ke atap rumah itu, ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar.
Dengan dua kali lompatan ia sudah berada di atap rumah tersebut dengan segera menuju dapur, dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus.
"Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung memakan terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi," katanya. Namun, ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya.
Ia berkata,"Astagfirullah Auzubillahi minasy syaithan rajim. "Aku mencuri? Aku mencuri? Mana imanku? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Aku seorang muazin di masjid seorang penuntut ilmu, murid seorang ulama besar tetapi berani masuk ke rumah orang lain dan mencuri? Astagfirullah ini tidak boleh terjadi."
Akhirnya ia langsung mengeluarkan semua terong yang sudah ia mamah di mulutnya, mengembalikan terong yang telah ia gigit. Air matanya terbit, menyesali perbuatannya dan merasa telah melakukan dosa besar. Ia kembali ke masjid dan sepanjang jalan terus beristigfar.
Usai sholat ashar, ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang guru di masjid sambil terus memikirkan perbuatannya siang tadi yakni mencuri terong.
Usai pengajian dan semua orang telah pergi, tiba-tiba datang seorang wanita dengan memakai cadar muka menghampiri gurunya dan berkata kepada gurunya dengan ucapan yang sama sekali tidak dapat ia dengar.
Setelah itu gurunya memanggilnya karena tidak ada orang lain lagi di sekelilingnya dan bertanya apakah kamu telah menikah?
"Belum jawabnya."
Guru bertanya lagi, “Apakah kamu ingin menikah?"
Ia terdiam perutnya semakin melilit, ia tidak memikirkan menikah tetapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan. Kemudian guru mengulangi lagi pertanyaan dan menjawab.
"Guru, demi Allah, untuk membeli sekerat roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya menikah?" Gurunya itu tersenyum lalu berkata.
"Wanita itu bercerita bahwa suaminya baru saja meninggal. Masa iddahnya telah habis. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai sunnah Rasulullah SAW, agar tidak sendirian lagi, sehingga menutup kesempatan mereka yang ingin berbuat jahat. Apakah kamu mau menikahinya? "
Syekh menjawab, "Insya Allah saya mau." Dan si wanita tadi pun menerima Syekh sebagai suaminya.
Sang guru langsung menghadirkan dua orang saksi untuk melaksanakan akad nikah dan memberikan mahar untuk muridnya. Setelah itu sang wanita membawa ke rumahnya. Sesampainya di rumah sang wanita membuka cadarnya, syekh kaget karena istrinya itu sungguh sangat cantik wajah istrinya putih bersinar.
"Ia semakin kaget, saat ia berada di rumah yang ia masuki," katanya.
"Apakah Anda sudah makan siang?" Tanya sang wanita.
Syekh menjawab, "Belum”.
Kemudian sang wanita mengajak Syekh ke dapur untuk makan, namun saat membuka tutup panci betapa kagetnya sang wanita seraya berkata.
"Mengherankan, siapa yang berani masuk rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda saja beraninya ya masuk rumah ini!"
Mendengar hal itu, Syekh menangis dan ia mulai menceritakan yang sesungguhnya terjadi titik ia minta maaf.
Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya seraya berkata, "Kau lulus ujian, suamiku. kamu menjaga dirimu dari perbuatan haram. Sebagai gantinya Allah memberikan terong ini semua bahkan pemiliknya dan seisi rumahnya secara halal."
Sejak itu ia tinggal bersama istrinya yang cantik, salehah, dan cerdas. Dan dengan hartanya ia menuntut ilmu menjadi seorang ulama besar.