REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Khalifah Umar bin Khattab RA dikenal sebagai pemimpin yang sangat antikorupsi. Selain kehidupannya yang sederhana, dia juga sangat mengawasi harta yang diperoleh oleh bawahannya.
Bahkan, Umar beberapa kali membuat kebijakan mencopot jabatan atau menyita harta bawahannya hanya karena hartanya bertambah. Apalagi, jika diketahui jika hartanya itu didapat bukan dari gaji yang diberikan oleh negara. Meskipun, bukan berarti bahwa harta yang diperoleh oleh bawahannya itu sebagai uang korupsi. Sikap Umar sebagai petunjuk bahwa dalam menjabat, seorang pejabat harus benar-benar adil dalam mengemban amanah.
Salah satu contohnya terjadi pada bawahan Umar yang bernama Atabah bin Abi Sufyan RA. Di mana, Umar mencopot Atabah dari jabatannya sebagai gubernur di Thaif.
Suatu ketika, usai jabatan Atabah dicopot, Umar berpapasan dengan dia. Ketika itu Umar mendapati Atabah membawa uang sebesar 30 ribu dirham. Umar lalu mengintrogasinya.
"Dari mana engkau mendapatkan uang ini?" tanya Umar.
"Demi Allah! Harta itu bukan hakmu dan bukan pula hak kaum muslimin. Harta ini saya dapatkan dari hasil masa jerih payah saya selama menjabat di daerah ini (Thaif)," jawab Atabah.
Umar kemudian menyanggah pernyataan Atabah, "Harta yang dihasilkan pejabat selama berkuasa, selain gaji, tidak ada jalan lain kecuali diserahkan ke Baitul Mal (Lembaga negara yang menangani harta umat, baik pendapatan maupun pengeluaran negara)."