REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketika itu Ali bin Abi Thalib sedang duduk termenung memikirkan keinginannya untuk menikah. Wanita mulia yang ingin dinikahinya yakni, Fathimah az-Zahra, putri Rasulullah SAW.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, pada saat itu Ali bin Abi Thalib terlalu malu untuk menyampaikan keinginannya itu kepada Rasulullah. Betapa tidak? Calon mertuanya merupakan seorang utusan Allah SWT. Mengetahui niat baik Ali, para Sahabat yang lain pun mendorongnya agar memberanikan diri meminang Fathimah.
Dari penuturan Buraidah, beberapa orang Anshar bertanya kepada Ali: "Bukankah kamu ingin menikahi Fathimah?" Ali kemudian memberanikan diri menemui Rasulullah.
"Hai putra Abu Thalib, apa gerangan yang membawamu kemari?" demikian Rasulullah bertanya kepada Ali sesaat setelah dia tiba di rumah beliau.
"Wahai Rasulullah, aku teringat Fathimah binti Rasulullah," jawab Ali.
"Marhaban wa ahlan (selamat datang kuucapkan kepadamu, engkau seperti keluarga sendiri)". Hanya dua kata itu yang beliau katakan kepada Ali bin Abi Thalib, tidak lebih. Setelah itu, Ali pulang menemui orang-orang Anshar yang tengah menunggunya.
"Bagaimana jawaban Rasulullah?" tanya mereka penasaran.
"Entahlah, beliau hanya mengatakan: 'Marhaban wa ahlan' padaku," ujar Ali.
"Seandainya Rasulullah hanya mengucapkan salah satu dari dua kata itu, niscaya hal tersebut sudah cukup menjadi isyarat bagimu. Beliau telah menganggapmu sebagai keluarga dan mengucapkan selamat datang padamu," jelas mereka.
Sebuah riwayat menyebutkan nama orang-orang yang menyarankan agar Ali meminang Fathimah untuk dinikahinya, antara lain Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Sa'ad bin Mu'adz. Para Sahabat ini adalah orang yang paling tulus dan paling sayang kepada umat Muhammad. Mereka sangat mencintai keluarga Rasulullah. Abu Bakar sendiri pernah menyatakan: "Demi Allah, membina silaturahim dengan kerabat Rasulullah lebih aku sukai daripada membina silaturahim dengan kerabatku sendiri."
Sebelum menikahi Fathimah, Ali menyerahkan uang senilai zirah (baju perang yang terbuat dari besi) miliknya sebagai mahar pernikahan mereka. Bahkan, zirah itu merupakan pemberian dari Utsman bin Affan.
Utsman memberikan pakaian perang tersebut kepada Ali beserta uang yang senilai dengannya. Hanya itu mahar yang diterima Fathimah, padahal ia pemimpin seluruh mukminah dan putri hamba terbaik di muka bumi. Wanita ini adalah sosok mutiara yang penuh dengan kesempurnaan dan kemuliaan.