Selasa 26 May 2020 12:11 WIB

Hamka dan Beberapa Teori Kedatangan Islam ke Nusantara

Ada beberapa teori tentang kedatangan Islam ke Nusantara.

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Muhammad Hafil
Hamka dan Beberapa Teori Kedatangan Islam ke Nusantara. Foto: Makam-makam ulama di situs sejarah Islam di Barus, Sumatera Utara.
Foto: ANTARA
Hamka dan Beberapa Teori Kedatangan Islam ke Nusantara. Foto: Makam-makam ulama di situs sejarah Islam di Barus, Sumatera Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Sejak awal Masehi, kawasan Asia Tenggara telah berfungsi sebagai jalur lintas perdagangan yang menghubungkan wilayah Asia Timur dan Asia Selatan. Dari kawasan Asia Selatan, hubungan pelayaran antarbenua terus berlanjut ke barat hingga mencapai Eropa.

Prof Dr Hasan Muarif Ambary dalam bukunya yang bertajuk Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologis dan Historis Islam Indonesia mengungkapkan, sejak abad ke-5 M, kawasan Asia Tenggara menjadi lebih ramai dengan hadirnya pedagang dan pelaut dari berbagai negara yang biasa berlayar melalui wilayah itu.

Baca Juga

Globalisasi perdagangan itu juga menjadi saluran bagi masuknya berbagai pengaruh tradisi besar di kawasan Asia Tenggara. Salah satunya adalah ajaran Islam. Sejak dulu hingga kini, ada beragam teori tentang masuknya Islam ke Indonesia.

Ada tiga isu utama yang menjadi perdebatan para sejarawan terkait awal mula masuknya Islam ke nusantara, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.

Dalam bukunya yang berjudul Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Ahmad Mansur Suryanegara membaginya menjadi tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat, India. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat, India, melalui peran para pedagang India Muslim pada sekitar abad ke-13 M.

Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab Muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M.

Prof Dr Hamka dalam buku Sejarah Umat Islam mengungkapkan, berdasarkan naskah kuno Tiongkok, sekitar 625 M telah ada sebuah perkampungan Arab Islam di pesisir Sumatra Barat, tepatnya di daerah Barus. Marcopolo—seorang penjelajah dari Venesia—saat singgah di Pasai pada 1292 M mengungkapkan, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam di nusantara.

Ibnu Batutah, seorang pengembara Muslim dari Fes, Maroko, dalam catatan perjalanannya berjudul Ar-Rihla mengungkapkan, ketika singgah di Aceh pada 1345 telah tersebar mazhab Syafii.

Perkembangan Islam di nusantara semakin pesat pada abad ke-16 M. Islam telah menyebar secara merata ke seluruh wilayah nusantara. Melalui Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua, sejak abad ke-17 M, jangkauan terjauh penyebaran Islam sudah mencapai Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Perkembangan Islam yang demikian pesat di bumi nusantara ini membawa dampak pada masyarakat. Ajaran Islam yang berasal dari Timur Tengah dan masuk ke Indonesia melalui para pedagang Arab membuat banyak masyarakat kesulitan dalam memahami istilah-istilah Arab. Dari sinilah, kemudian muncul sejumlah tokoh Muslim yang menguasai bahasa Arab untuk memperkenalkan ajaran Islam sesuai dengan tradisi lokal.

 

Para tokoh Muslim ini mengajarkan agama Islam menurut bahasa dan adat istiadat setempat. Mereka inilah yang memiliki peran besar dalam menyebarkan dan mengembangkan Islam di Indonesia. Sebagian besar nama-nama mereka telah melegenda, seperti Walisongo. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement