REPUBLIKA.CO.ID, Dikabulkannya setiap doa merupakan kelebihan yang tidak dimiliki umat selain umat Muhammad SAW, sebagaimana penegasan Imam Al Qurtubi dalam kitab tafsirnya.
Namun, kata dikabulkan harus dipahami dengan benar, agar terhindar dari hal-hal yang justru akan merugikan diri mereka sendiri.
Allah SWT berfirman, ''Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.'' (QS Al Baqarah: 186). Dengan firman-Nya ini, Allah berjanji akan mengabulkan siapa saja yang berdoa kepada-Nya. Allah tidak mungkin menyalahi janji-Nya (QS 3: 9).
Dalam bahasa Arab dikenal tiga al-haqiqah (arti suatu kata): al-haqiqah al-lughawiyah, yaitu arti kata menurut yang membuatnya; al-haqiqah al-'urfiyah, yaitu arti kata yang berubah dari asalnya karena faktor kebiasaan; dan al-haqiqah asy-syar'iyah, yaitu arti kata yang berubah dari asalnya karena faktor syara' (Atha' bin Khalil, Taysir al-Wushul ila al-Ushul, hlm 121).
Sedangkan yang dikehendaki dari kata al-istijabah atau al-ijabah (mengabulkan) dalam firman Allah di atas bukanlah arti al-haqiqah al-lughawiyah, yaitu memenuhi apa yang diinginkannya (qadha hajatahu) dengan seketika, namun arti al-hakikah asy-syar'iyah.
Terkait bahwa arti yang dikehendaki dari kata al-istijabah atau al-ijabah (mengabulkan) adalah arti al-haqiqah asy-syar'iyah, Rasulullah SAW menjelaskan dengan sabdanya, ''Siapa pun di antara orang Islam yang berdoa kepada Allah SWT dengan doa tidak untuk tujuan berbuat dosa dan tidak untuk memutuskan hubungan silaturahim, maka Allah pasti memberinya dengan salah satu dari tiga perkara: diberinya segera apa yang dimintanya dalam doa; ditangguhkannya untuk diberikan di akhirat (pahala); atau diselamatkannya dari keburukan yang setimpal.'' (HR Bukhari).
Dengan memahami arti dikabulkan yang demikian ini, seseorang akan terhindar dari rasa kecewa, serta sikap putus asa yang membuatnya berdosa (QS 12: 87).
Bahkan, terhindar dari sikap menyalahkan Allah, bahwa Allah sudah tidak peduli lagi dengan doanya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. ''Seorang hamba doanya akan senantiasa dikabulkan selama tidak berdoa untuk perbuatan dosa, atau memutuskan silaturahim, serta selama tidak tergesa-gesa.''
Beliau ditanya, ''Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan tergesa-gesa?'' Rasulullah menjawab, ''Aku telah berdoa, aku telah berdoa, tetapi aku belum melihat doaku dikabulkan. Lantas ia merasa kecewa dengan hal itu, sehingga ia pun tidak mau lagi berdoa.'' (HR Muslim).
Sebaliknya, seorang hamba akan senantiasa berdoa, sebab doa bukan sekadar ibadah, tetapi inti dari ibadah (HR at-Tirmidzi), dengan keyakinan penuh bahwa doanya dikabulkan. Rasulullah SAW bersabda, ''Berdoalah kepada Allah dan bersama itu kalian merasa yakin akan dikabulkan.'' (HR Ahmad).