REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesabaran amat diperlukan, terutama dalam masa-masa sulit. Dengan sikap sabar, seseorang dapat lebih mengendalikan dirinya. Tidak terbawa emosi yang justru berdampak jangka panjang.
Rasulullah Muhammad SAW dan kaum Muslimin pada fase Makkah mencontohkan perikesabaran itu. Beliau beserta para sahabatnya pernah mengalami pemboikotan (embargo) ekonomi oleh penguasa Quraisy.
Alasan utama tindakan itu hanya karena gencarnya dakwah Islamiyah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Beliau menyerukan agar orang-orang Quraisy kembali pada agama tauhid serta meninggalkan paganisme. Rasulullah SAW bersama para sahabatnya menjalani pemboikotan dengan hidup serba kekurangan, bahkan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam satu riwayat disebutkan, akibat tidak ada lagi makanan yang layak disantap, daun pun menjadi gantinya. Dapat dibayangkan, betapa menderitanya para pengikut Nabi SAW dalam menghadapi krisis akibat pemboikotan itu.
Hingga akhirnya, pertolongan datang dari sisi Allah. Rasulullah saw bersama para sahabat menyakini benar firman Allah, yang artinya, "Dan sungguh Kami akan berikan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS al-Baqarah: 155).
Kesabaran dalam keimanan itu pula yang menjadi sebab selama masa sulit tak pernah sekali pun terjadi kerusuhan yang disertai penjarahan terhadap hak milik orang-orang kaya ketika itu. Padahal, siapa pun akan memahami bila kemiskinan dan kelaparan yang mereka jalani sangat mungkin mendorong untuk melakukan penjarahan atau pencurian. Namun, semua itu tak mereka lakukan karena yakin bahwa kesabaran dan keimanan mereka pasti berbuah pada pertolongan Allah SWT.