Ahad 12 Apr 2020 18:39 WIB

KH Abdullah Faqih, Rujukan Para Ulama dan Umara (1)

KH Abdullah Faqih dikenal sebagai ulama yang berpengaruh.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
KH Abdullah Faqih, Rujukan Para Ulama dan Umara. Foto: KH Abdullah Faqih
KH Abdullah Faqih, Rujukan Para Ulama dan Umara. Foto: KH Abdullah Faqih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Seorang ulama khos NU dari Pondok Pesantren Langitan, KH Abdullah Faqih semasa hidupnya telah menjadi panutan dan rujukan para ulama dan umara di nusantara. Meskipun sudah wafat, ulama asal Tuban ini akan selalu menjadi teladan bagi umat Islam di Indonesia.

Semasa hidupnya, Kiai Faqih dikenal sebagai seorang ulama yang berpengaruh di Indonesia. Dia lahir di Widang, Tuban pada 2 Mei 1932 dari pasangan bahagia Kiai KH Rofi'i Zahid dan Nyai Khodijah.

Baca Juga

Namun semenjak kecil, kepengasuhannya berada di bawah pamannya yang menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Langitan generasi keempat, KH Abdul Hadi Zahid. Pasalnya, ayahanda beliau wafat saat Kiai Faqih masih kecil, kurang lebih ketika berusia tujuh atau delapan tahun.

Kiai Faqih memiliki saudara kandung bernama Khozin dan Hamim. Tiga bersaudara tersebut menjalani kehidupan kecil sebagaimana layaknya anak-anak, bermain bersama penuh canda-tawa dan tangis.

Di bawah asuhan Kiai Abdul Hadi, mereka bertiga berada dalam suasana yang kental nilai-nilai keagamaan. Seiring berjalannya waktu, watak dan karakter ketiga bersaudara itu pun mengalami perbedaan sedikit demi sedikit.

Abdullah Faqih dan Hamim muda senang bergelut dengan kitab-kitab keagamaan, sedangkan Khozin muda suka melancong. Bahkan, diriwayatkan beliau melancong dalam waktu yang lama dan sempat dicari-cari Kiai Abdul Hadi.

Setelah dewasa, kemudian Kiai Faqih nyantri pada Mbah Abdur Rochim di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Beliau pindah satu pesantren ke pesantren lain guna mendalami ilmu agama dan barokah. Kiai Faqih mondok di pesantren hanya sekitar empat tahun, namun beliau sangat alim dalam membaca kitab dan memberikan fatwa.

Dalam mencari ilmu, Kiai Faqih tidak hanya sebatas pada usaha panca indera dengan membaca dan mengamati pelajaran, namun beliau juga menggunakan dasar batin. Selama mondok, Kiai Faqih selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah.

Sebagaimana para kiai tempo dulu, Kiai Faqih juga sempat tinggal di Makkah, Arab Saudi dan belajar kepada Sayid Alwi bin Abbas Al-Maliki, ayahnya Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Seelama di Arab Saudi, Kiai Faqih punya hubungan khusus dengan Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki. Karena itu, setiap kali Sayyid Muhammad berkunjung ke Indonesia, selalu mampir ke Pesantren Langitan.

Setelah mendalami ilmu agama, Kiai Faqih menikah dengan Hj. Hunainah dan dikaruniai 12 orang anak. Di mata para santrinya, Kiai Faqih adalah ulama yang sangat sederhana, istiqomah dan alim. Ia tak hanya pandai mengajar, tapi juga menjadi teladan bagi ribuan santrinya.

"Istiqomahnya dan segala macamnya itu masyaAllah sangat kuat betul kiai fakih di mata saya," ujar salah satu satri Faqih, KH. Rifki Agus Maksum kepada Republika beberapa waktu lalu.

Pengasuh Pondok pesantren Alfalahiyyah Mlangi Yogyakarta ini pernah nyantri kepada Kiai Faqih selama enam tahun, dari 1990 sampai 1996. Selama mondok di Pondok Pesantren Langitan, kiai yang akrab disapa Gus Rifki ini juga melihat sosok Kiai Faqih sebagai ulama yang sangat cinta terhadap kebersihan.

"Kiai Faqih sangat menenakankan kebersihan lingkungan pondok, kamar-kamar santri, dan segala macam. Dan mengontrol langsung setiap selasa pagi waktu masih sehat-sehatnya," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement