Jumat 27 Mar 2020 09:36 WIB

Detail Mimpi Kakek Rasulullah SAW untuk Gali Sumur Zamzam

Kakek Rasulullah SAW menggali Sumur Zamzam berkat mimpi.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Kakek Rasulullah SAW menggali Sumur Zamzam berkat mimpi. Ilustrasi Sumur Zamzam.
Foto: Maccacentre.com
Kakek Rasulullah SAW menggali Sumur Zamzam berkat mimpi. Ilustrasi Sumur Zamzam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kakek Rasulullah SAW, Abdul Muthalib, pernah diriwayatkan menceritakan mimpinya di suatu ketika. 

Dalam mimpi itu, beliau diperintahkan untuk menggali sumur Zamzam peninggalan Nabi Ismail yang sudah lama terkubur dan tak terurus.

Baca Juga

Dalam Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Abdus Salam Harun dijelaskan, ketika Abdul Muthalib tidur di Hijir Ismail, beliau bermimpi diperintahkan menggali sumur Zamzam.

Beliau, Abdul Muthalib, menceritakan kisahnya sebagai berikut: “Ketika saya sedang tidur di Hijir Ismail, tiba-tiba dalam mimpi aku didatangi seseorang dan berkatalah ia kepadaku: galilah Thiibah!,”.

Beliau melanjutkan dan bertanya kembali kepada orang tersebut di dalam mimpinya: “Apa itu Thiibah?”. Kemudian orang itu menghilang dan keesokan harinya ketika beliau tidur di tempat semula, beliau bermimpi kembali dan diatangi seseorang dalam mimpi yang berkata: “galilah Madhnuunah!”.

Ketika beliau mempertanyakan kembali apa itu Madhnuunah, orang dalam mimpinya itu menghilang. Hingga di keesokan harinya, beliau kembali tidur dan didatangi kembali oleh seseorang yang berkata: “galilah Zamzam!”.

Dalam mimpinya, beliau bertanya apa itu Zamzam. Lalu orang itu menjelaskan bahwa Zamzam adalah sumur yang tiada terkuras habis dan tiada mengering. Memberi minum kepada para jamaah haji yang datang berduyun-duyun, dan letaknya di antara kotoran dengan darah di dekat patukan gagak a’sham (A’sham adalah burung gagak yang terdapat bercak putih pada sayapnya).

Konon riwayatnya, ketika Abdul Muthalib hendak memulai menggali sumur Zamzam, ia melihat ciri-ciri yang disebutkan dalam mimpinya. Yakni rumah semut dan patukan gagak. 

Namun ia belum melihat kotoran dan darah. Ketika beliau sedang memikirkannya, tiba-tiba seekor sapi lepas dari tukang jagal, mereka baru berhasil menangkapnya kembali dari Masjid Al Haram.

Lalu si tukang jagal menyembelihnya di situ. Maka mengalirlah darah dan kotorannya di tempat tersebut. Dari peristiwa itulah kemudian Abdul Muthalib mengerti bahwa tempat itulah yang disebutkan dalam mimpinya. Maka, ia pun menggali sumur Zamzam di sana.

Setelah jelas baginya lokasi sumur Zamzam itu, Abdul Muthalib pun keluar dengan membawa peralatan yang dibantu oleh putranya bernama Al Harits. 

Saat itu, anaknya barulah satu orang. Sambil dibantu anaknya, begitu tampak batu penutup sumur maka ia pun bertakbir sehingga orang-orang Quraisy mengetahui bahwa ia telah berhasil menemukannya.

Kaum Quraisy pun akhirnya menemui Abdul Muthalib lalu berkata: “Wahai Abdul Muthalib, itu adalah sumur bapak kita, Ismail AS. 

Berilah bagian untuk kami karena kami pun punya hak di dalamnya!”. Mendengar itu, beliau pun menjawab: “Tidak! Sumur ini khusus bagiku, tidak untuk kalian,”.

Mendengar jawaban itu, kaum Quraisy pun menantang beliau dan berkata: “Bersikap adil lah, sebab kami tidak akan membiarkanmu begitu saja memilikinya, kami akan menggugatmu!”. 

Lalu, Abdul Muthalib meminta kepada mereka untuk mengajukan hakim guna menjatuhi tuntutan-tuntutan. Akhirnya, kaum Quraisy pun menunjuk Hudzeim yang seorang dukun dari Bani Sa'ad sebagai hakim mereka.

Karena Hudzeim tinggal di sebuah dataran tinggi di negeri Syam, Abdul Muthalib disertai dengan beberapa orang dari Bani Abdul Manaf. Mereka berangkat kepada utusan kaum Quraisy dan masing-masing kabilah mengutus satu orang.

Siapa sangka? Di perjalanan menuju dataran tinggi negeri Syam, medan yang mereka lalui tidaklah mudah. Medan yang dilalui berupa padang sahara tandus. Sehingga rombongan Bani Abdul Manaf kehabisan air dan kehausan serta hampir-hampir mati. Mereka pun akhirnya meminta air minum kepada rombongan kaum Quraisy tapi ditolak.

Saat melakukan penolakan itu, kaum Quraisy berkata: “Kami sekarang ini berada di padang sahara yang tandus, kami khawatir kehabisan air seperti kalian,”. Mendengar hal itu, kalangan Bani Abdul Manaf kecewa dan putus asa, mereka hampir-hampir pasrah jika harus mati di padang sahara itu.

Hingga akhirnya Abdul Muthalib menguatkan mereka bahwa sikap pasrah sambil menunggu kematian dalam kondisi seperti sekarang bukanlah hal yang tepat. Pasrah pada kehausan lalu mati tanpa berusaha mencari air terlebih dahulu tidaklah dibenarkan.

Lantas Abdul Muthalib mengajak kaumnya untuk terus berjalan dan segera menjauh dari tempat semula. Jauh berjalan, mereka belum juga mendapatkan air pelepas dahaga. Hingga akhirnya beliau berdoa agar diberikan jalan keluar.

Sehingga baru saja hewan tunggangannya melangkah, keluarlah air tawar dari bawah pijakan hewan-hewan tersebut. Melihat keajaiban itu, maka bertakbirlah Abdul Muthalib dan ramai-ramai dari mereka meminumnya. Melihat itu, kaum Quraisy akhirnya mengakui kemuliaan beliau dan menyerahkan sumur Zamzam kepadanya. Mereka semua akhirnya kembali ke Makkah tanpa sempat bertemu dengan dukun tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement