REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH -- Ketika Nabi memberi izin kepada para pengikutnya untuk pindah ke Madinah, Suhaib memutuskan untuk pergi bersama Nabi dan Abu Bakr. Orang-orang Quraisy mengetahui tentang niatnya dan menggagalkan rencananya.
Mereka menempatkan penjaga di rumahnya untuk mencegahnya meninggalkan Makkah dan membawa serta kekayaan, emas dan perak yang telah dia dapatkan melalui perdagangan.
Setelah kepergian Nabi dan Abu Bakar, Suhaib terus menunggu waktunya, menunggu kesempatan untuk bergabung dengan mereka. Dia tetap tidak berhasil. Mata pengawalnya selalu waspada.
Satu-satunya jalan keluar adalah menggunakan tipu muslihat. Pada suatu malam yang dingin, Suhaib berpura-pura mengalami beberapa masalah perut dan keluar berulang kali seolah menanggapi panggilan alam. Penjaganya membiarkannya, mereka pun santai dan tertidur.
Suhaib diam-diam menyelinap keluar seolah-olah hendak pergi ke toilet. Dia mempersenjatai dirinya dengan panah, bersiap-siap mendaki gunung dan menuju ke arah Madinah.
Ketika para penjaganya terbangun, mereka menyadari Suhaib telah pergi. Mereka pergi dengan kuda dan akhirnya menyusul Suhaib.
Melihat mereka mendekat, Suhaib memanjat sebuah bukit. Memegang busur dan panahnya dan berteriak:
"Orang-orang Quraisy Kau tahu, demi Tuhan, bahwa aku adalah salah satu pemanah terbaik dan tujuanku tidak ada bandingannya Demi Tuhan, jika kau mendekatiku, dengan setiap anak panah yang kumiliki, aku akan membunuh salah satu dari kalian. Kemudian saya akan memukul dengan pedangku,"ujar Suhaib.
Juru bicara Quraish menjawab: ""Demi Tuhan, kami tidak akan membiarkan anda melarikan diri dari kami hidup-hidup bersama uang anda. Anda datang ke Makkah dengan lemah dan miskin dan sekaran anda telah memperoleh apa yang telah Anda dapatkan."
Suhaib pun memberikan pilihan untuk mendapatkan hartanya, asalkan dia dibiarkan pergi. Orang Quraisy pun sepakat untuk melepaskannya. Suhaib menggambarkan tempat dimana dia menaruh seluruh harta di rumahnya di Makkah kemudian mereka mengizinkannya pergi.
Dia berangkat secepat mungkin ke Madinah untuk hidup bersama dengan Nabi dan memiliki kebebasan untuk menyembah Tuhan dengan damai. Dalam perjalanan ke Madinah, setiap kali merasa lelah, pikiran untuk bertemu dengan Nabi menyemangatinya dan dia kembali bersemangat.
Ketika Suhaib sampai di Quba, di luar Madinah di mana Nabi sendiri turun setelah hijrahnya, Rasulullah mendekatinya dan sangat gembira kemudian menyalami Suhaib dengan senyum berseri-seri.
"Transaksi Anda telah berhasil, wahai Abu Yahya, transaksi Anda telah berhasil." Rasulullah mengulanginya tiga kali. Wajah Suhaib berseri-seri dengan kebahagiaan saat dia berkata:
"Demi Tuhan, tidak ada yang datang sebelum aku kepada anda, Rasulullah, dan hanya Jibril yang bisa membujuk anda untuk hal ini."
Allah pun menurunkan wahyu dengan kedatangan Suhaib ke Madinah.
"Dan ada jenis manusia yang memberikan nyawanya untuk mendapatkan ridha Allah. Dan Tuhan penuh kebaikan kepada hamba-hamba-Nya." (Quran, Surah al-Baqarah, 2: 2O7).
Tidak ada arti uang, emas dan seluruh dunia selama iman masih tetap ada. Nabi pun sangat mencintai Suhaib. Dia pun dikenal sebagai pendahulu orang Bizantium yang memeluk Islam.
Selain kesalehan dan ketenangan, Suhaib juga dikenal berhati ringan dan memiliki selera humor yang baik. Suatu hari sang Nabi melihat dia makan kurma.
Dia melihat bahwa Suhaib memiliki infeksi di satu mata. Nabi berkata kepadanya sambil tertawa, "Apakah Anda memakan kurma masak saat anda memiliki infeksi di satu mata?"
Suhaib pun mengatkan apa yang salah, dia masih bisa makan menggunakan mata yang lainnya. Suhaib juga dikenal karena kemurahan hatinya.
Dia biasa memberikan semua uangnya dari kas umum fi sabilillah, untuk membantu orang miskin dan orang-orang yang dalam kesulitan. Begitu murah hatinya, Umar bin Khatab sampai berkata Suhaib tampak terlalu boros.
Namun apa yang dilakukan Suhaib sesuai dengan anjuran Nabi bahwa yang terbaik diantara kalian adalah orang yang memberikan makanan.
Imam pengganti
Kesalehan Suhaib dan pendiriannya yang teguh di kalangan Musiman begitu tinggi sehingga dia dipilih oleh Umar bin Khattab untuk memimpin umat Islam pada periode antara kematiannya dan pemilihan penggantinya.
Saat ia terbaring sekarat setelah ditikam oleh Abu Lulu, saat memimpin Sholat Fajar, Umar memanggil enam orang sahabatnya: Utsman, Ali, Talhah, Zubayr, Abdur Rahman bin Awl, dan Sad ibn Abi Waqqas. Dia tidak menunjuk siapa pun dari mereka sebagai penggantinya, karena jika dia melakukannya menurut satu laporan pasti akan ada waktu yang dua orang Khalifah saling berkonflik.
Dia menginstruksikan enam orang untuk berkonsultasi di antara mereka dan dengan orang-orang Muslim selama tiga hari dan memilih penggantinya, dan kemudian Umar meminta Suhaib memimpin orang-orang di Sholat.
Pada periode ketika tidak ada Khalifah, Suhaib diberi tanggung jawab dan kehormatan untuk memimpin Sholat dan menjadi kepala komunitas Muslim sementara.