Ahad 21 Apr 2024 20:44 WIB

Kisah Dua Anak Yatim Ingin Hibahkan Tanah untuk Pembangunan Masjid Nabawi

Pembangunan masjid merupakan salah satu pilar penting dalam membangun umat Islam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Masjid Nabawi tempo dulu.
Foto: Ali Kazuyoshi/ca
Ilustrasi Masjid Nabawi tempo dulu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pembangunan masjid merupakan salah satu pilar penting dalam membangun masyarakat Islam. Dalam hal ini, Masjid Nabawi menjadi contoh yang baik, sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah riwayat.

Ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, hal yang pertama kali beliau lakukan adalah membangun masjid. Ini untuk menjadi tempat ibadah yang selama ini telah diperjuangkan di Makkah. Juga agar di dalamnya dapat didirikan shalat lima waktu.

Baca Juga

Nabi Muhammad SAW ingin pembangunan masjid di Madinah ini meneguhkan pondasi kenegaraan Islam yang baru dan kokoh, serta menjadikan masjid sebagai tempat berkumpulnya umat Islam, tempat interaksi dan saling kenal antara mereka.

Sebelum menjadi Masjid Nabawi, area itu dulunya adalah area penjemuran kurma milik dua orang anak yatim dari Bani Najjar. Bani Najjar sendiri merupakan kampung yang disinggahi oleh Nabi Muhammad SAW setelah tiba di Madinah.

Dalam buku Sirah Nabawiyah karya Syaikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, yang diterjemahkan Kathur Suhardi, dijelaskan bahwa Nabi Muhammad tiba di Bani Najjar pada hari Jumat, 12 Rabiul Awal 1 Hijriyah atau 27 September 622 Masehi.

Orang-orang dari bani Najjar kemudian mengawal perjalanan Nabi Muhammad. Sampai kemudian, unta yang dinaiki beliau SAW berhenti, menekukkan lututnya, dan menderum di hamparan tanah di depan rumah Abu Ayyub.

Di tempat itulah, Nabi SAW turun kemudian bertanya tentang siapa pemilik tanah tersebut. Ternyata tanah itu milik dua orang anak yatim, yaitu Sahal dan Suhail bin Amr. Atas saran Mu'adz bin Afra, wali Sahal dan Suhail, Rasulullah pun membeli tanah tersebut, yang menjadi cikal-bakal dibangunnya Masjid Nabawi dan rumah Nabi SAW.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah SAW memanggil dua orang anak yatim itu, Sahal dan Suhail. Lalu Nabi SAW membuka tawar-menawar harga kepada mereka agar tanah tersebut bisa dibeli untuk kemudian dibangun masjid.

Namun, mereka berdua menjawab, "Tidak, sebaliknya kami akan hadiahkan itu kepada engkau, wahai Rasulullah." Kedua anak yatim tersebut, baik Sahal maupun Suhail, ingin memberikan tempat tersebut sebagai hibah agar dapat dijadikan masjid.

Namun, Nabi Muhammad SAW menolak menerima hibah dari mereka berdua, dan beliau berkeras untuk membelinya dari mereka. Ini mengajarkan sebuah hukum syariat yang tepat, yaitu bahwa hadiah dari orang yang belum dewasa tidak boleh diterima tanpa izin wali. Karena mereka belum baligh dan belum memiliki akal dan pemahaman yang matang. Sehingga, hadiah yang mereka berikan memerlukan izin dari wali mereka.

Berdasarkan riwayat Anas bin Malik, Rasulullah SAW membeli tanah tersebut, untuk dibangun sebuah masjid, yang kini disebut Masjid Nabawi.

Sumber:

https://www.risalaty.com/article1.php?tq=3419&re=1139&tn=1157&br=3422&tr=3419&rt=3419&try=9&ft=9&rf=1149&tt=3417&rt=3419&rf=1149&tm=3419

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement