Ahad 21 Apr 2024 06:21 WIB

Mukjizat Nabi Muhammad SAW Bertepatan dengan Bulan Syawal

Pada bulan Syawal Nabi Muhammad SAW mendapatkan mukjizat dari Allah.

Rep: Mgrol150/ Red: Muhammad Hafil
Nabi Muhammad mendapatkan mukjizat di bulan Syawal (ilustrasi)
Foto: republika
Nabi Muhammad mendapatkan mukjizat di bulan Syawal (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Bulan Syawal merupakan bulan yang paling ditunggu oleh seluruh umat muslim karena di bulan tersebut terdapat beberapa keutamaan. Pada bulan Syawal Nabi Muhammad SAW mendapatkan mukjizat dari Allah SWT. Hal tersebut terjadi pada tahun ke-5 Hijriah dan merupakan suatu peristiwa yang unik.

Mukjizat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan berlangsungnya perang Khandaq. Pada saat itu, Nabi dan para sahabat sedang menggali parit untuk keperluan perang dan seketika dilanda dengan kelaparan hebat. Umat muslim pada saat itu terus bekerja dengan tetap semangat hingga lupa bahwa mereka sedang kelaparan.

Baca Juga

Masing – masing orang yang sedang menggali parit hanya dibekali dengan tepung gandum seukuran genggaman tangan. Jika ingin dimakan, tepung tersebut dicampur dengan minyak sehingga membentuk menjadi satu adonan. Akibat jarangnya makanan masuk ke dalam mulut dan kerongkongan, mulut – mulut mereka sampai mengeluarkan bau yang sangat tidak sedap.

Seiring berjalannya waktu begitu beratnya melewati peristiwa kelaparan tersebut hingga mereka memberi tahu kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga beliau memberikan Solusi untuk meminimalisir rasa lapar tersebut dengan cara mengganjal perut dengan batu. Setelah berpikir seolah tidak ada jalan keluar lagi, terjadilah mukjizat pada Nabi Muhammad SAW.

Menurut Hadits Riwayat Bukhari diceritakan, bahwa satu – satunya hewan yang dapat disembelih saat itu hanya anak kambing. Menariknya adalah cara Nabi Muhammad SAW mendatangkan mukjizatnya dengan cara meludahi masakan yang dibuat oleh sahabat Jabir dan Istrinya.

Tatkala penggalian parit pertahanan Khandaq sedang dilaksanakan, aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan lapar. Karena itu aku kembali kepada istriku, menanyakan kepadanya, apakah engkau mempunyai makanan? Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang lapar. Maka dikeluarkannya sebuah karung, di dalamnya terdapat satu sha' (segantang) gandum. 

Di samping itu kami mempunyai seekor anak kambing. Lalu aku sembelih kambing itu, sementara istriku membuat adonan tepung. Ketika aku selesai mengerjakan pekerjaanku, aku lalu memotong-motong kecil daging kambing tersebut dan aku masukkan ke dalam periuk. Setelah itu aku pergi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Istriku berkata kepadaku, janganlah kamu mempermalukanku di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para sahabat beliau. Aku langsung menemui beliau seraya berbisik kepadanya, wahai Rasulullah! Aku menyembelih seekor anak kambing milikku, dan istriku telah membuat adonan segantang gandum yang kami miliki. Karena itu sudilah kiranya Anda datang bersama-sama dengan beberapa orang sahabat. 

Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berteriak: Hai para penggali Khandaq! Jabir telah membuat hidangan untuk kalian semua. Marilah kita makan bersama-sama! Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata kepada Jabir: Jangan kamu menurunkan periukmu dan janganlah kamu memasak adonan rotimu sebelum aku datang. Lalu aku pulang. Tidak lama kemudian Rasulullah datang mendahului para sahabat. Ketika aku temui istriku, dia berkata, Bagaimana engkau ini? Bagaimana engkau ini? Jawabku, aku telah melakukan apa yang engkau pesankan kepadaku. Maka aku mengeluarkan adonan roti kami, kemudian nabi meludahi adonan itu untuk memberi keberkahan.

 Setelah itu beliau menuju periuk (tempat memasak kambing), maka beliau meludahi dan mendoakan keberkahan kepadanya, sesudah itu beliau berkata kepada istriku: Panggillah tukang roti untuk membantumu memasak. Nanti isikan masakan berdaging itu ke mangkok langsung dari kuali dan sekali-kali jangan kamu menurunkan periukmu. Kala itu para sahabat semuanya berjumlah seribu orang. Demi Allah, semuanya turut makan dan setelah itu mereka pergi. Tetapi periuk kami masih tetap penuh berisi seperti semula. Sedangkan adonan masih seperti semula. (H.R Imam Bukhari)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement