Senin 15 Apr 2024 22:14 WIB

Hari Ini MMA Populer, Olahraga Adu Gulat dan Ketangkasan Juga Dikenal Era Kejayaan Islam

Peradaban Islam juga mengenal olah raga adu ketangkasan

Ilustrasi MMA. Peradaban Islam juga mengenal olah raga adu ketangkasan
Foto: EPA-EFE/RICHARD WAINWRIGHT
Ilustrasi MMA. Peradaban Islam juga mengenal olah raga adu ketangkasan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jika dunia saat ini mengenal mixed martial arts (MMA) yang dilagakan dalam Ultimate Fighting Championship, peradaban Islam juga telah mengenal olah raga adu ketangkasan. 

Di antaranya adalah gulat. Gulat adalah jenis olah raga bela diri yang berkembang luas di negara-negara Islam. Sejumlah pegulat Muslim meraih kesuksesan di pentas internasional, semisal olimpiade ataupun kejuaraan gulat. Prestasi itu tidak dicapai dengan sendirinya, tetapi memiliki akar sejarah yang panjang.

Baca Juga

Jejak gulat di dunia Islam terentang sejak era kekhalifahan. Gulat merupakan olahraga untuk menguji kekuatan fisik. Ini membuatnya disukai banyak kalangan. Beberapa sejarawan menyatakan gulat dikenalkan pertama kali pada masa Yunani kuno, kemudian berlanjut era Romawi serta Persia kuno hingga masa kekhalifahan.

Gulat dimainkan oleh dua orang yang saling berhadapan. Mereka berusaha menjatuhkan lawan masing-masing. Pada masa itu, sudah dikenal semacam kompetisi untuk mencari pegulat terbaik. Pemenangnya akan memperoleh hadiah ataupun popularitas di masyarakat.

Perkembangan gulat cepat menyebar ke berbagai wilayah di Timur Tengah, Afrika Utara, Mesir, Andalusia, hingga Turki. Lukisan karya seniman Kairo abad pertengahan menampilkan gambar dua orang yang sedang beradu gulat. Ada banyak penonton yang menyaksikan.

Lukisan tersebut dipekirakan merupakan ilustrasi dari sebuah kompetisi resmi yang berlangsung antara abad ke-14 dan 15 Masehi. Olahraga ini tak jarang dimainkan oleh kalangan militer. 

Dalam Medieval Islamic Civilization, Jere L Bacharach menjelaskan bahwa di negara-negara dengan kondisi wilayah yang keras, olahraga bela diri begitu populer, termasuk gulat.

Misalnya, di Persia (Iran) dan Turki. Bangsa Persia sudah mempraktikkan gulat sejak 238 SM-226 M. Di wilayah itu, gulat dikenal dengan nama pehlivan. Pada masa Pemerintahan Turki Ustmani, selain gulat, bentuk olahraga lain yang digemari adalah panahan, berkuda, serta lempar lembing. Ketika umat Muslim gencar melakukan perdagangan, secara tidak langsung mereka juga mengenalkan gulat ke penduduk di wilayah-wilayah Asia Tengah.

Selain gulat, olah raga ketangkasan lainnya adalah pacuan kuda. Olah raga ini digelar pada waktu-waktu tertentu di Raqqah dengan melibatkan kuda-kuda terbaik dari seluruh negeri. Menurut sejarawan al-Masudi, kuda milik Khalifah Harun al-Rasyid pernah menang pada lomba pacuan bergengsi ini.

Kehebatan kuda saat dipacu akan diabadikan dalam teks-teks sastra ternama, seperti dalam Iqd. Dengan susunan kata yang indah serta sarat pujian, teks-teks ini kemudian memicu ketertarikan masyarakat luas sehingga menjadikan setiap perlombaan pacuan kuda kian diminati.

Sejumlah aturan dan kriteria ketat ditetapkan. Kuda-kuda yang diperlombakan harus berumur sama. Jenis olahraga lainnya yang melibatkan hewan kuda yakni berburu. Hewan buruan biasanya babi liar, kelinci, atau singa. Dalam soal berburu, Khalifah al-Amin dikenal sebagai sosok yang sangat gemar berburu.

Ia sering mengunjungi wilayah-wilayah di luar Baghdad, ibu kota Irak, untuk memuaskan hobinya itu. Beberapa khalifah seperti Abu Muslim al-Khurasani dan al-Mu'tashim membawa hewan cheetah saat berburu. Elang juga dilatih secara khusus untuk keperluan tersebut.

Pada umumnya, berburu dilakukan secara berkelompok, sebab memiliki risiko cukup besar. Berburu dengan menggunakan elang (baz) dan rajawali (basyiq) berkembang pada akhir masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Kebiasaan yang berasal dari Persia ini banyak dilakukan di wilayah Dayr Al Zur maupun kawasan Syiah di Suriah.

Pengembangan teknik berburu turut mendapat perhatian, seperti yang pernah dilakukan Khalifah Al Mu'tashim. Dia mengenalkan semacam metode pengepungan.

Khalifah memerintahkan untuk membangun dinding berbentuk tapal kuda di tepi sungai Tigris. Lalu, para pembantunya akan mengarahkan hewan buruan ke dalam dinding itu.

Setelah terjebak di dalamnya, hewan itu menjadi sasaran panah. Namun, perburuan dilaksanakan dengan mengikuti syariat Islam. Binatang yang terkena panah harus segera disembelih agar dagingnya halal untuk dimakan.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement