REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menjelang memasuki hari raya Idul Fitri 1445 H, Kementerian Agama menjadwalkan pelaksanaan sidang isbat pada 9 April 2024 yang digelar di Auditorium HM. Rasjidi, Kantor Kemenag RI, Jalan MH. Thamrin, Jakarta. Terdapat metode yang dilakukan untuk menetapkan hari raya Idul Fitri.
Penetapan hari raya Idul Fitri akan ditentukan melalui posisi hilal. Hal tersebut yang akan dihitung sebagai 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri. Kemenag akan menggunakan dua metode yang akan menentukan hasil sidang isbat, yaitu rukyah dan hisab.
Menurut buku karya Ahmad Izzuddin yang berjudul Fiqih Hisab dan Rukyah, perbedaan antara rukyah dan hisab dapat dilihat dari alat yang digunakan. Metode rukyah adalah penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan ditentukan berdasarkan rukyah atau melihat bulan pada hari ke-29. Maka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dari rukyah adalah melihat dan mengamati dengan mata telanjang tanpa menggunakan alat.
Metode hisab itu bergantung dengan hitungan secara matematis dan astronomi. Berbeda dengan metode rukyah yang bersifat tidak dapat dirasionalkan pengertiannya. Jika metode hisab, bersifat dapat diterima dengan akal.
Perbedaan pendapat untuk penentuan awal dan akhir Ramadhan antara para ulama juga tidak dapat dihindarkan. Untuk metode rukyah, Ibnu Hajar tidak membolehkan pengukuran menggunakan cara pemantulan melalui permukaan kaca atau air. Tetapi, Al Syarwani justru menekankan bahwa penggunaan alat yang mampu mendekatkan atau membesarkan bentuk benda, seperti teleskop, air masih diperbolehkan.
Sidang isbat penting dilakukan karena ada banyak organisasi masyarakatan (Ormas) Islam di Indonesia yang memiliki metode dan standar masing-masing dalam penetapan awal bulan Hijriyah. Tidak sedikit pandangan satu dengan lainnya berbeda, seiring dengan adanya perbedaan mazhab serta metode yang digunakan. Sidang isbat menjadi forum, wadah, sekaligus mekanisme pengambilan keputusan.