REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM — Sapi merah merupakan hewan yang oleh umat Yahudi akan dikorbankan sebagai persembahan penyucian diri dari dosa. Kelahiran sapi merah juga dianggap sebagai dimulainya Pembangunan kuil suci ketiga di Yerusalem.
Bagi umat Yahudi ortodoks, Pembangunan kuil Suci ketiga ini sebagai upaya untuk menyambut datangnya raja mereka, mesias. Namun yang menjadi kekhawatiran, adalah ambisi mereka untuk menghancurkan Masjid Al Aqsa. Karena dalam keyakinan mereka, lokasi masjid Al Aqsa saat ini adalah tempat yang akan menjadi lokasi pembangunan kuil ketiga atau haikal Sulaiman (Solomon’s Temple).
Dikutip dari The Kashmiriyat pada Selasa (2/4/2024), situs yang diusulkan untuk membangun Kuil Ketiga memiliki arti yang sangat penting karena saat ini menampung dua situs Islam yang paling dihormati, yakni Masjid Al-Aqsa dan kuil Dome of the Rock. Namun, realisasi pembangunan Kuil Ketiga menghadirkan dilema yang kompleks, karena akan mengharuskan penghancuran salah satu atau kedua situs suci tersebut.
Ketua Imam Al-Ghazali di Masjid Al-Aqsa, Mustafa Abu Sway, menganggap bahwa gagasan untuk merobohkan Al-Aqsa atau Kubah Batu "tidak terbayangkan" dan memperingatkannya, mengibaratkannya seperti "membuka kotak Pandora yang tidak dapat ditutup oleh siapa pun."
Perspektif Muslim tentang pengorbanan sapi muda merah dan pembangunan Kuil Ketiga di Yerusalem sangat beragam. Secara umum, umat Islam menganggap Yerusalem, termasuk Masjid Al-Aqsa dan Kubah Batu, sebagai salah satu situs paling suci, dan tindakan apa pun yang dianggap mengancam situs-situs ini dapat membangkitkan reaksi yang keras.
Banyak Muslim memandang potensi pembangunan Kuil Ketiga dan ritual pengorbanan yang terkait dengannya sebagai hal yang sangat problematis. Muslim percaya bahwa mengubah status quo di Yerusalem, terutama dengan menghancurkan Masjid Al-Aqsa atau Kubah Batu, akan melanggar hak-hak Muslim dan memprovokasi kerusuhan yang signifikan di dalam komunitas Muslim.
Lebih jauh lagi, sebagian umat Muslim menafsirkan peristiwa seputar pengorbanan sapi merah dalam konteks kepercayaan eskatologis yang lebih luas. Mereka mungkin melihatnya sebagai tanda akan terjadinya peristiwa apokaliptik, termasuk munculnya Dajjal, dan Hari Penghakiman, seperti yang diyakini dalam ajaran slam.
Secara keseluruhan, reaksi di antara umat Islam terhadap pengorbanan sapi muda merah dan implikasinya terhadap pembangunan Bait Suci Ketiga dapat berkisar dari kekhawatiran dan penolakan hingga kecaman langsung, tergantung pada interpretasi masing-masing individu terhadap ajaran agama dan realitas geopolitik.
Manurut ulama asal Indonesia sendiri, yakni Pengasuh Pondok Pesantren Al Bahjah Cirebon, Yahya Zainul Ma’arif menyebutkan, bahwa dalam Islam tidak ada menyebutkan sapi merah sebagai tanda hari kiamat. Islam meyakini, bahwa tanda kiamat besar akan datang adalah terbitnya Matahari dari barat, keluarnya Dajjal, binatang melata Ad-Dabbah, turun imam mahdi, turunnya Nabi Isa, Ya’juj dan Ma’juj.
Jadi ujar pria yang akrab disapa Buya Yahya itu, munculnya sapi merah hanyalah keyakinan Yahudi yang tidak tahu sumbernya dari mana. Karena dalam kitab yang dibawa oleh Nabi Sulaiman (Taurat) dan Nabi Isa (injil) adalah sama dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Bagi umat Yahudi, munculnya sapi merah merupakan pertanda untuk membangun kembali Haikal Sulaiman (bait Salomo). Di mana mereka meyakini bahwa akan turun raja mereka yang akan membawa kemenangan untuk Israel.
“Ini (sapi merah) dimanfaatkan Yahudi untuk menghancurkan Palestina, merebut Palestina, dan membangun kembali haikal Sulaiman yang (kata mereka) pernah ada, dikembalikan lagi untuk menyiapkan raja yang akan datang. Ini keyakinan yahudi ekstrem,” jelas Buya Yahya.