Kamis 21 Mar 2024 21:58 WIB

Kiai Muqoyyim dan Konsistensi Perlawanan Ponpes Buntet kepada Penjajah Belanda

Pondok Pesantren Buntet tak bisa dilepaskan dari sejarah Cirebon.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi Pondok Pesantren
Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI
Ilustrasi Pondok Pesantren

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Tersebarnya nilai-nilai Islam di Jawa Barat tak lepas dari keberadaan para ulamanya. Dengan keilmuwan keagamannya, mereka dengan sabar dan tekun mengajar masyarakat Jawa Barat tentang ilmu agama. Bahkan pengaruh dan warisannya hingga kini masih bermanfaat terhadap masyarakat tak hanta bagi warga Jawa Barat melainkan seluruh Indonesia.

Pesantren-pesantren mereka tak pernah sepi santri baru setiap tahunnya. Karena mereka percaya meskipun para pendiri pesantren tersebut telah lama meninggal namun warisan ilmunya tetap dipelihara oleh penerusnya.

Baca Juga

Ada beberapa ulama besar Jawa Barat yang memiliki pengaruh terhadap kehidupan dan agama masyarakat Jawa Barat. Di antaranya KH Muqoyyim. Kiai Muqoyyim adalah pendiri Pondok Pesantren Buntet, Cirebon, Jawa Barat pada 1785.

Dalam buku "Meneguhkan Islam Nusantara, Biografi Pemikiran & Kiprah Kebangsaan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siraj" dijelaskan Kiai Muqoyyim merupakan seorang mufti besar Kesultanan Cirebon. Dalam memberikan pendidikan kepada santri-santrinya, Kiai Muqoyyim menekankan pembelajaran Alquran.

Perlahan demi perlahan pesantren yang didirikan Kiai Muqoyyim ini kian berkembang pesar. Pengaruhnya semakin besar dan luas. Dalam perjalanannya Ponpes Buntet mengikuti perkembangan zaman dengan menjalankan pendidikan modern yang dipadukan dengan pendidikan salaf.

Lokasi Ponpes Buntet sekarang berbeda dengan saat awal pendiriannya. Lokasi pertama pesantren ini berada di Desa Bulak (daerah Dawuan Sela) kurang lebih 500 meter dari lokasi pesantren yang sekarang di Desa Mertapada Kulon.

Dalam perjalanannya, Kiai Muqoyyim juga sosok yang sosok tegas dan pemberani dalam melawan penjajah. Akibatnya, Kiai Muqoyyim menjadi musuh penjajah Belanda kala itu. Ia dengan tegas jika diajak bekerjasama dengan Hindia Belanda. Sebab itupula Kiai Muqoyyim tak mau tinggal di keraton.

Sikap keras Kiai Muqoyyim itu membuat Hindia Belanda marah hingga mereka menyerang Ponpes Buntet yang didirikannya. Hindia Belanda sempat membumi hanguskan Ponpes Buntet. Saat penyerangan tersebut, Kiai Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri.

Dalam proses pelarian dirinya dari kejaran pasukan Hindia Belanda, Kiai Muqoyyim terus melakukan dakwah Islam. Ia pun memindakan Ponpesnya itu ke Desa Mertapada Kulon dari Desa Bulak.

Dalam sejarahnya, pesantren ini konsisten melawan penjajah Belanda. Di awal kemerdekaan, KH. Abbas Abdul Jamil, yang merupakan generasi ketiga setelah kepemimpinan Kiai Muqoyyim memiliki peran penting dalam mengawal resolusi jihad 22 Oktober 1945 bersama Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Dalam cerita sejarah disebutkan bahwa andai kiai-kiai Cirebon yang ditunggu Kiai Hasyim Asy’ari tak datang maka perang 10 November 1945 di Surabaya tak akan terjadi. Pasalnya, Bung Tomo saat itu meminta petunjuk kepada Kiai Hasyim Asy’ari tentang hari penyerangan oleh santri dan pemuda.

Namun saat itu, Kiai Hasyim Asy’ari meminta agar bersabar menunggu kiai-kiai dari Cirebon. Para kiai tersebut yakni KH. Abbas Abdul Jamil (Buntet) dan Kiai Amin Sepuh (Babakan Ciwaringin). Kiai-kiai Cirebon lainnya juga datang ke Pondok Pesantren Tebuireng pada 9 November 1945 atau satu hari sebelum penyerangan. Kiai Abdul Jamil dan Kiai Amin Sepuh terkenal sakti sehingga sangat membantu penyerbuan hingga akhirnya meraih kemenangan.

Pondok Pesantren Buntet tak bisa dilepaskan dari sejarah Cirebon. Mereka salah satu jaringan pesantren yang menjadi penerus perjuangan dakwah Syekh Syarif Hidayatullah. Pesantren Buntet pasca Kiai Muqoyyim kemudian diasuh oleh kiai-kiai yang disepuhkan di antaranya, KH. Muta’ad, KH. Abdul Jamil, KH. Abbas Abdul Jamil, KH. Mustahdi Abbas, KH. Mustamid Abbas, KH. Abdullah Abbas, KH. Nahduddin Abbas.

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement