Kamis 21 Mar 2024 13:06 WIB

Asal Usul Sunan Gunung Jati Penyebar Islam di Barat Pulau Jawa

Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam di Jawa bagian barat di abad ke-15 dan abad 16.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Peziarah di makam Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Rabu (5/6).
Foto: Republika/Fuji E Permana
Peziarah di makam Sunan Gunung Jati atau Syekh Syarif Hidayatullah di Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, Rabu (5/6).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Tanah Sunda sebuah wilayah di masa lalu yang meliputi wilayah Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Perbatasan Tanah Sunda di sebelah timur bukan Cirebon seperti perbatasan Jawa barat di sebelah timur, tapi Sungai Pemali di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.

Berita Cirebon menyebutkan bahwa nenek moyang Sunan Gunung Jati dari pihak ibu adalah para raja yang bertakhta di Pakuan. Hal ini dijelaskan naskah Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Arya Cerbon pada tahun 1720 (150 tahun setelah Sunan Gunung Djati wafat). Pangeran Arya Cerbon menggunakan naskah Nagarakretabumi salah satu judul dari enam Naskah Wangsakerta, sebagai rujukan dalam menulis Purwaka Caruban Nagari.

Baca Juga

Purwaka Caruban Nagari menyebutkan, nenek moyang Sunan Gunung Jati dapat dilacak dari kisah tentang Kubang Kancana Ningrum atau biasa dipanggil Nyi Subanglarang yang merupakan anak dari Nyi Andarwati Ratna Karanjang puteri Ki Gedeng Kasmaya penguasa Wanagiri. Secara silsilah, ia masih saudara dari Prabu Anggalarang. 

Demikian dijelaskan buku Biografi Sunan Gunung Jati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda yang ditulis Wawan Hernawan dan Ading Kusdiana diterbitkan LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 2020. 

Dijumpai informasi, bahwa Nyi Subanglarang lahir pada tahun 1404 M. Ayah Subanglarang bernama Ki Gedeng Kasmaya, biasa disapa dengan Ki Gedeng Tapa atau Ki Gedeng Djumajandjati, seorang Mangkubumi di Nagari Singapura (sekarang sebuah wilayah di Cirebon).

Pada 1422 M, Pamanah Rasa (yang dipercaya sebagai Perabu Siliwangi) tiba di Singapura (sebuah wilayah di Cirebon). Ketika itu sedang diadakan sayembara untuk mempersunting gadis di Nagari Surantaka (masih di wilayah Cirebon). Gadis tersebut bernama Nyi Subanglarang yang terkenal selain karena kecantikannya, juga keluhuran budi pekertinya. 

Pamanah Rasa pun tertarik untuk mengikuti sayembara itu. Melalui keluhungan ilmu kanuragan yang dimilikinya, Pamanah Rasa kemudian memenangkan sayembara tersebut dan berhak menikahi Nyi Subanglarang. Menurut sumber tradisi, pernikahan Nyi Subanglarang dengan Pamanahrasa dilangsungkan di Pesantren Syekh Quro (sekarang Masjid Agung Karawang).

Adapun yang menikahkan mereka berdua adalah gurunya Nyi Subanglarang yaitu Syekh Quro (alim ulama yang mengajar agama Islam). Setelah menikah dengan Nyi Subanglarang, Pamanah Rasa bersama Nyi Subanglarang kemudian pergi ke Purasaba. Purasaba merupakan tempat tinggal istri-istri Pamanah Rasa lainnya. 

Setahun setelah dinikahi oleh Pamanah Rasa, Nyi Subanglarang melahirkan seorang putra yang diberi nama Pangeran Walangsungsang. Tiga tahun dari kelahiran Walangsungsang, Nyi Subanglarang melahirkan seorang putri yang kemudian diberi nama Rara Santang. Dua tahun setelah kelahiran anak keduanya, Nyi Subanglarang melahirkan anak ketiganya yang diberi nama Raja Sagara.

Sumber lain termasuk cerita lisan masyarakat Sunda menyebutkan bahwa Sunan Gunung Jati adalah cucu Prabu Siliwangi. Hal ini dijelaskan dalam buku Sejarah Ibadah Haji Indonesia Dari Masa ke Masa yang diterbitkan BPKH tahun 2023.

Pangeran Walangsungsang, Nyai Mas Rara Santang dan Pangeran Raja Sagara (1460-1479) adalah putra dan putri Prabu Siliwangi dan Nyi Subang Larang. 

Pangeran Walangsungsang adalah seorang Muslim juga dikenal sebagai Ki Somadullah, Haji Abdullah Iman, Pangeran Cakrabuana dan Embah Kuwu Sangkan yang terkenal di Cirebon.

Pada tahun 1448 M, Walungsungsang dan Rara Santang berlayar ke Makkah, kedua bangsawan Sunda ini tinggal di Makkah selama tiga bulan, di bawah bimbingan Syekh Bayanullah (saudara laki-laki Syekh Datuk Kahfi). Di bawah bimbingan Syekh Bayanullah, mereka kemudian menunaikan ibadah haji. 

Selama berada di Makkah, Walungsungsang dan Rara Santang juga memperdalam keimanan terhadap Islam. Walangsungsang dan Rara Santang kemudian mengambil nama Arab, yakni Haji Abdullah Iman dan Syarifah Mudaim. 

Rara Santang menikah dengan seorang amir atau bangsawan setempat bernama Syarif Abdullah. Mereka mempunyai putra bernama Syarif Hidayatullah. Kelak putra dari Rara Santang ini berjulukan Sunan Gunung Jati dan menjadi Raja di Kesultanan Cirebon pada tahun 1479-1568 menggantikan Prabu Walangsungsang yang mengundurkan diri secara sukarela pada tahun 1479.

Secara geografis, kuat dugaan, wilayah yang menjadi tempat Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam antara abad ke-15 dan abad ke-16 M adalah wilayah yang dalam konteks sekarang mencakup wilayah provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Wilayah ini di kalangan masyarakat Sunda lebih dikenal dengan sebutan wilayah Tanah Sunda atau Tatar Sunda. 

Wilayah Tanah Sunda itu sendiri di sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda, sebelah Utara dengan Laut Jawa, sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia.

Demikian sumber-sumber menjelaskan asal usul Sunan Gunung Jati yang berjasa menyebarkan agama Islam di Tatar Sunda. Sunan Gunung Jati keturunan bangsawan Sunda dan bangsawan dari Timur Tengah.

Buku Biografi Sunan Gunung Jati: Sang Penata Agama di Tanah Sunda juga menginformasikan bahwa nenek moyang Sunan Gunung Jati dari pihak ayah terdapat beberapa versi. Menurut Serat Carub Kandha disebutkan bahwa Sunan Gunung Jati adalah keturunan dari Nabi Muhammad SAW. Jalur keturunnya melalui Gusti Ayu Dewi Fatimah Az-Zahra yang menikah dengan Amiril Mukminin baginda Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu. 

Senada dengan Serat Carub Kandha, Kitab Waruga Jagat (KWJ) menyebutkan: Qasim berputra Abdul Muthalib, Abdul Muthalib berputra Abdullah, Abdullah berputra Nabi Muhammad SAW, berputra Fathimah, Fatimah berputra Hasan dan Husen. Husen berputra Zainal Abidin, Zainal Abidin berputra Ratu Bani Israil, Ratu Bani Israil berputra Ratu Raja Yuta. Ratu Raja Yuta berputra Raja Mesir . . . . . Raja Mesir berputra Sunan Gunung Jati.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement