REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Harta adalah nikmat Allah SWT yang diberikan kepada manusia, dan dengan nikmat itu juga datang tanggung jawab untuk bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Cerdas dalam memanfaatkan harta adalah hal yang penting dalam kehidupan seseorang, karena cara kita mengelola harta tidak hanya mempengaruhi kesejahteraan sendiri, tapi juga mempengaruhi kesejahteraan orang lain dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Memanfaatkan harta dengan bijaksana bukan hanya tentang cara kita menghabiskannya, tetapi juga tentang bagaimana kita memperolehnya dan apa yang kita lakukan dengan harta tersebut setelah kita memilikinya.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَامُ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud memakan makanan dari hasil usahanya sendiri. (H.R Bukhori).
Dari hadis ini, kita belajar bahwa mendapatkan harta dengan cara yang halal dan berusaha keras adalah nilai yang sangat dihargai dalam Islam. Bisa diibaratkan seperti tangan diatas lebih baik dari pada tangan yang dibawah.
Dengan begitu, setiap harta yang didapatkan oleh seseorang patutnya untuk disyukuri. Mulai dari bersyukur menggunakan hati, ucapan, dan menggunakan harta tersebut untuk hal-hal kebaikan.
Ada beberapa etika yang harus diperhatikan terkait dengan harta.
Pertama, mencari harta yang halal
Ini sesuai dengan anjuran Allah SWT. Dari Imam Ibnu Taimiyyah rahimahullah:
وَالقَلِيْلُ مِنَ الحَلاَلِ يُبَارَكُ فِيْهِ وَالحَرَامُ الكَثِيْرُ يَذْهَبُ وَيَمْحَقُهُ اللهُ تَعَالَى
Rezeki halal itu walaupun sedikit, itu lebih berkah daripada rezeki haram yang banyak. Rezeki haram itu akan cepat hilang dan Allah akan menghancurkannya. (Majmu’ah Al-Fatwa).
Pekerjaan yang halal adalah pekerjaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip agama dan tidak melibatkan praktik-praktik yang meragukan atau tidak bermoral. Maka dari itu, sebanyak apapun hasil dari pekerjannya, jika itu dilakukan dengan jalan yang halal maka akan berkah.
Kedua, prioritaskan memenuhi yang wajib, mulai dari nafkah dan tanggungan.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar. (HR. Muslim, no. 995).
Lihat halaman berikutnya >>>