Selasa 27 Feb 2024 16:06 WIB

Pengamat Ingatkan Hak Angket Bisa Mandek Jika Langkah Ini tak Dilakukan

Secara administratif PDIP, Nasdem, dan PKB masih bagian koalisi pemerintah.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Ketum tiga partai di Koalisi Perubahan bertemu pasangan Anies-Muhaimin untuk mendukung hak angket DPR terkait Pemilu 2024.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketum tiga partai di Koalisi Perubahan bertemu pasangan Anies-Muhaimin untuk mendukung hak angket DPR terkait Pemilu 2024.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyelesaian sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai hanya mengadili dugaan kecurangan pada proses perhitungan suara. Tidak memeriksa pelanggaran penyelenggaraan pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif.

Pengamat politik yang juga Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti mendorong adanya hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran pemilu, khususnya Pilpres 2024. Hak angket merupakan hak konstitusional yang dapat diajukan sejumlah partai politik (parpol) melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

"Penyelidikan dugaan pelanggaran pemilu dapat diselesaikan melalui jalur politik lewat hak angket DPR," ujar Ray dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (27/2/2024).

Ray mengingatkan, hak angket bukan dalam konteks mengubah hasil pemilu yang merupakan wilayah Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Hak angket itu bukan apa hasilnya, tapi bagaimana pelaksanaannya dan ditujukan kepada presiden. Enggak mungkin DPR meng-angket Komisi Pemilihan Umum atau Bawaslu. Keduanya lembaga independen, bukan eksekutif," jelasnya.

Menurut Ray, penyelidikan pelaksanaan pemilu bukan pada angka hasil pemilu, tetapi mempertanyakan dugaan keterlibatan Presiden Jokowi terkait dukungan kepada paslon tertentu. "Misalnya bisa dipertanyakan soal kelemahan pemilu sekarang, dan apakah bansos yang dibagi-bagikan Presiden Jokowi berhubungan dengan kenaikan elektabilitas salah satu paslon," jelasnya.

Menurut Ray, secara administratif PDIP, Nasdem, dan PKB  masih bagian koalisi pemerintah Jokowi. "Tapi itu koalisi administratif, tapi secara faktual tidak, makanya mereka dorong hak angket," ujarnya.

Menurut Ray, PDIP, Nasdem, dan PKB sudah merasa bukan bagian pemerintah. Lantas bagaimana dengan nasib para menteri parpol-parpol tersebut di kabinet Pemerintahan Jokowi?

"Itu terserah Presiden Jokowi. Kalau mau presiden bisa me-reshuffle mereka. Kenapa bukan parpol yang menarik menterinya? Itu sama saja seperti Jokowi tidak kembalikan KTA ke PDIP padahal tak mendukung paslon dari PDIP, politik di Indonesia ya begitu," ucap Ray.

Adapun pertemuan Jokowi-Surya Paloh pada tanggal 18 Februari 2024, dapat dinilai sebagai langkah untuk memadamkan ide hak angket di DPR. Ray menilai langkah tersebut perlu dicegah. Atas dasar itu, ia menyarankan segera diadakan pertemuan antara pimpinan parpol-parpol koalisi 1 dan 3 untuk membicarakan Hak Angket Pemilu 2024.

"Sebab, ide tersebut sudah mulai dibahas pimpinan Koalisi 01. Tampaknya PDIP masih melakukan konsolidasi pascapilpres, seraya menunggu pengumuman hasil final perhitungan suara oleh KPU," ujar Ray.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement