Ahad 25 Feb 2024 19:04 WIB

Peran Inggris dalam Penjajahan Israel di Tanah Palestina

Mandat Inggris menciptakan ketegangan dan kekerasan antara orang Arab Palestina.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Seorang warga Yaman melewati spanduk bergambar bendera Israel dan AS di dek kapal kargo Galaxy Leader, yang disita oleh Houthi di lepas pantai pelabuhan Al-Salif di Laut Merah di provinsi Hodeidah, Yaman, Selasa (5/12/2023).
Foto:

Bagaimana Tanggapan Orang Palestina dan Arab Terhadap Deklarasi Balfour?

Pada tahun 1919, Presiden Amerika Serikat (AS) saat itu Woodrow Wilson menunjuk sebuah komisi untuk mengkaji opini publik mengenai sistem mandat di Suriah dan Palestina.

Investigasi tersebut dikenal sebagai komisi King-Crane. Ditemukan bahwa mayoritas warga Palestina menyatakan penolakan yang kuat terhadap Zionisme, sehingga ketua komisi menyarankan modifikasi tujuan mandat tersebut.

Almarhum Awni Abd al-Hadi seorang tokoh politik dan nasionalis Palestina, mengutuk Deklarasi Balfour dalam memoarnya. 

Awni Abd al-Hadi mengatakan bahwa Deklarasi Balfour dibuat oleh orang asing Inggris yang tidak memiliki klaim atas Palestina, (Deklarasi Balfour dibuat oleh orang asing Inggris) kepada orang Yahudi asing yang tidak memiliki hak atas Palestina.

Pada tahun 1920, Kongres Palestina Ketiga di Haifa mengecam rencana pemerintah Inggris untuk mendukung proyek Zionis. Kongres Palestina Ketiga juga menolak Deklarasi Balfour karena dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional dan hak-hak penduduk asli.

Namun, sumber penting lainnya untuk mengetahui opini Palestina mengenai Deklarasi Balfour yaitu pers, ditutup oleh Ottoman pada awal perang pada tahun 1914 dan baru mulai muncul kembali pada tahun 1919, namun di bawah pengawasan dan sensor militer Inggris.

Pada bulan November 1919, ketika surat kabar al-Istiqlal al-Arabi (kemerdekaan Arab), yang berbasis di Damaskus dibuka kembali, sebuah artikel menyatakan sebagai tanggapan atas pidato publik oleh Herbert Samuel seorang menteri kabinet Yahudi di London pada peringatan kedua tahun kemerdekaan. Deklarasi Balfour: “Negara kita adalah Arab, Palestina adalah Arab, dan Palestina harus tetap menjadi Arab.”

Bahkan sebelum Deklarasi Balfour dan mandat Inggris, surat kabar pan-Arab memperingatkan motif gerakan Zionis dan potensi dampaknya dalam mengusir warga Palestina dari tanah mereka. Dilansir dari laman Aljazeera, Ahad (25/2/2024)

Khalil Sakakini seorang penulis dan guru asal Yerusalem menggambarkan Palestina segera setelah perang sebagai berikut. “Sebuah bangsa yang telah lama tertidur lelap hanya akan terbangun jika diguncang oleh berbagai peristiwa, dan hanya bangkit sedikit demi sedikit. Begitulah keadaan Palestina yang selama berabad-abad berada dalam tidur paling nyenyak, hingga diguncang perang besar, dikejutkan oleh gerakan Zionis, dan dilanggar oleh kebijakan ilegal (Inggris), dan ia terbangun, sedikit demi sedikit. sedikit demi sedikit.”

Meningkatnya imigrasi Yahudi di bawah mandat Inggris tersebut menciptakan ketegangan dan kekerasan antara orang Arab Palestina dan orang Yahudi Eropa. Salah satu tanggapan populer pertama terhadap tindakan Inggris adalah kerusuhan Nebi Musa pada tahun 1920 yang menyebabkan terbunuhnya empat orang Arab Palestina dan lima imigran Yahudi.

 

Kerusuhan Nebi Musa 1920 atau kerusuhan Yerusalem 1920 adalah kerusuhan Arab terhadap Yahudi di Yerusalem. Peristiwa ini terjadi karena meningkatnya ketegangan antara orang Arab dan Yahudi karena imigrasi Zionis. 

sumber : Aljazeera
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement