REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan hitungan cepat ataupun hitungan surat suara C1 yang masuk pada Komisi Pemilihan Umum (KPU), masyarakat dapat mengetahui nama-nama calon legislatif (Caleg) yang akan masuk ke gedung DPR, baik daerah maupun nasional. Para wakil rakyat itu pun diharapkan dapat mengemban amanah dengan sebaik-baiknya.
Lalu apakah mereka bisa mengemban dan menunaikan amanah?
Dalam ajaran Islam, amanah menjadi salah satu sifat Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak hadits, Nabi juga menekankan tentang pentingnya mengemban amanah ini. Di antaranya adalah sebagai berikut:
مَا خَطَبَنَا نَبِيُّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِلاَّ قَالَ: لاَ إِيْـمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَـةَ لَهُ، وَلاَ دِيْـنَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَـهُ
Artinya:
“Tidaklah Nabi SAW berkhutbah kepada kami, melainkan beliau bersabda: “Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki (sifat) amanah, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janjinya.” (HR Imam Ahmad)
Antara iman dengan amanah memang terdapat hubungan yang erat. Bisa dikatakan bahwa amanah merupakan konsekuensi logis dari iman. Jadi, meskipun berat, amanat akan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh orang yang beriman dengan iman yang benar.
Dalam hadits lain juga dijelaskan,
لاَ إِيمَانَ لِمَنْ لاَ أَمَانَةَ لَهُ وَلاَ دِينَ لِمَنْ لاَ عَهْدَ لَهُ
Artinya: “Tidak sempurna iman seseorang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama orang yang tidak menunaikan janji” (HR Ahmad).
Dalam momentum Pemilu ini, umat Islam penting untuk mengingatkan calon-calon legislatif untuk tidak hanya memegang amanah, tetapi juga menunaikannya kepada kita sebagai rakyat yang diwakili.
Dalam Alquran Surat An-Nisa' ayat 58, Allah SWT juga telah mengingatkan,
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat."
Ayat ini memerintahkan agar menyampaikan “amanat” kepada yang berhak. Imam Ibnu Jarir al-Thabari menegaskan bahwa ayat tersebut menjelaskan agar para pemimpin ini tidak menzalimi para pemilik amanah itu. Tidak pula boleh menyelewengkan apa-apa yang telah diamanati kepada mereka.
Para pemimpin yang terpilih pada Pemilihan Umum berarti telah mendapat kepercayaan dari takyat. Karena itu, mereka tidak boleh mengkhianati rakyat. Rasulullah SAW bersabda:
أَدِّ الْأَمَانَةَ إِلَى مَنْ ائْتَمَنَكَ وَلَا تَخُنْ مَنْ خَانَكَ
Artinya: “Tunaikanlah amanah kepada orang yang mempercayaimu dan jangan engkau mengkhianati orang yang mengkhianatimu!” (HR Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah SAW juga bersabda:
اِذَا ضُيِّعَتْ الْأَمَانَةُ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا أُسْنِدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ
Artinya: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Kemudian ada seorang sahabat yang bertanya, “Bagaimana maksud amanat disia-siakan ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari).