"Anda telah menjadikanku menganggap diri berada di atas semua manusia, sedangkan mereka semua di bawahku. Demi yang telah mengutus Anda membawa kebenaran, sejak saat ini, aku tidak berkeinginan lagi menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya," kata Miqdad jujur.
Memang, sejak dia menjabat sebagai amir, dirinya diliputi oleh kemegahan dan puji-pujian. Miqdad menyadari sepenuhnya kelemahan ini. Karena itu, dia bertekad untuk menghindari jabatan dan menolak bila diangkat sebagai amir lagi. Sejak saat itu, ia terus menepati janjinya dan tidak pernah menerima jabatan pemimpin.
Ia sering mengucapkan sabda Nabi SAW yang berbunyi, "Orang yang berbahagia ialah orang yang dijauhkan dari kehancuran.”
Jika jabatan kepemimpinan dianggapnya suatu kemegahan yang menimbulkan atau hampir menimbulkan kehancuran bagi dirinya, maka syarat untuk mencapai kebahagiaan baginya ialah menjauhinya.
Di antara sikap bijaknya adalah kehati-hatiannya dalam menilai orang. Sikap ini juga ia pelajari dari Rasulullah SAW yang telah menyampaikan kepada umatnya, "Berubahnya hati manusia lebih cepat dari periuk yang sedang mendidih.”