Jumat 26 Jan 2024 18:29 WIB

Kenali Praktik Utang yang Rusak dan Haram 

Islam denga detail mengatur praktik utang piutang.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi utang
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Semasa hidup, sebagian banyak manusia terutama kalangan menengah ke bawah pastilah pernah melakukan praktik utang piutang, baik memberi hutang ataupun berhutang. Bahkan kalangan menengah ke atas pun banyak yang melakukan utang piutang.

Agama Islam sebagai agama yang sempurna juga mengatur secara detail praktik utang piutang dan dengan tegas melarang praktik riba. Di samping itu, umat Islam juga perlu mengenali praktik hutang piutang yang rusak dan haram  

Baca Juga

Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Abdul Muiz Ali menjelaskan praktik utang yang rusak dan haram.

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin menjelaskan, "Praktik utang yang rusak dan haram adalah menghutangi dengan adanya syarat memberi manfaat kepada orang yang menghutangi. Hal ini jika syarat tersebut disebutkan dalam akad. Adapun ketika syarat tersebut terjadi ketika sebelum akad dan tidak disebutkan di dalam akad, atau tidak adanya akad, maka hukumnya boleh dengan hukum makruh. Seperti halnya berbagai cara untuk merekayasa riba pada selain tujuan yang dibenarkan syariat.”

Kiai Muiz Ali menegaskan bahwa Allah SWT dan Rasul-Nya melarang praktik riba. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ  فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

Allażīna ya'kulūnar-ribā lā yaqūmūna illā kamā yaqūmul-lażī yatakhabbaṭuhusy-syaiṭānu minal-mass(i), żālika bi'annahum qālū innamal-bai‘u miṡlur-ribā, wa aḥallallāhul-bai‘a wa ḥarramar-ribā, faman jā'ahū mau‘iẓatum mir rabbihī fantahā falahū mā salaf(a), wa amruhū ilallāh(i), wa man ‘āda fa ulā'ika aṣḥābun-nār(i), hum fīhā khālidūn(a).

Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah Ayat 275)

Kiai Muiz Ali menambahkan, diriwayatkan Abu al-Husein Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi al-Naisaburi atau yang lebih dikenal sebagai Imam Muslim menyampaikan sabda Nabi Muhammad SAW terkait riba.

"Rasulullah SAW melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba." Kata Rasulullah SAW, "Semuanya sama dalam dosa.” (HR Imam Muslim).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement