REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Menjadi pemimpin sebuah negara atau wilayah sangat dipuji dalam Islam, sebab ia mengemban amanah yang mulia. Namun demikian, sudah sepatutnya bagi seorang pemimpin untuk bersikap dan berlaku sebagaimana tuntunan agama dan negara.
Prof Quraish Shihab dalam buku Membumikan Alquran menjelaskan bahwa di dalam Alquran terdapat banyak ayat-ayat yang menggambarkan tugas seorang khalifah (pemimpin). Namun, ada suatu ayat yang bersifat umum dan dianggap dapat mewakili sebagian besar ayat lain yang berbicara tentang hal itu.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al Hajj ayat 41:
ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ أَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُوا۟ بِٱلْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا۟ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلْأُمُورِ
“Allażīna im makkannāhum fil-arḍi aqāmuṣ-ṣalāta wa ātawuz-zakāta wa amarụ bil-ma'rụfi wa nahau 'anil-mungkar, wa lillāhi 'āqibatul-umụr.”
Yang artinya, “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi ini, niscaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, memerintahkan berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang munkar.”
Dijelaskan bahwa mendirikan sholat merupakan gambaran dari hubungan yang baik dengan Allah, sedangkan menunaikan zakat merupakan gambaran dari keharmonisan hubungan dengan sesame manusia. Ma’ruf adalah suatu istilah yang berkaitan dengan segala sesuatu yang dianggap baik oleh agama, akal budaya, dan sebaliknya dari munkar.
Dari gabungan itu semua, kata Prof Quraish, seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah SWT untuk mengelola suatu wilayah, maka ia berkewajiban untuk menciptakan suatu masyarakat yang hubunganya dengan Allah baik. Kemudian kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal, serta budayanya terpelihara.
Sehingga, di samping pentingnya mendirikan infrastruktur yang bersifat fisik, seorang yang diberi kedudukan untuk mengelola wilayah juga berkewajiban atas hal-hal yang dijabarkan di atas.