Jumat 12 Jan 2024 14:47 WIB

Tradisi Bulan Rajab pada Masa Arab Jahiliyah

Bulan Rajab adalah salah satu bulan yang dimuliakan.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Suasa kehidupan suku Quraisy di Makkah, masa lalu. (liustrasi)
Foto: Dawnofislam film
Suasa kehidupan suku Quraisy di Makkah, masa lalu. (liustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Bulan Rajab adalah salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Jadi pada bulan itu, umat Islam dilarang untuk berperang ataupun melakukan perbuatan keji lainnya.

Asal usul larangan ini ternyata tidak lepas dari budaya dan tradisi masyarakat jahiliyah Arab. Sebelum Islam masuk ke jazirah Arab, bangsa Arab terkenal dengan sebutan jahiliyah, yaitu zaman kebodohan di mana mereka pun masih menyembah berhala dan menyembah api (majusi).

Baca Juga

Pada zaman jahiliyah ini, masyarakat Arab kerap melakukan peperangan antarsuku. Bahkan, peperangan ini bisa berlanjut hingga beberapa generasi setelahnya.

Peperangan ini bisa terjadi tidak lepas dari tabiat bangsa Arab yang memang dikenal berwatak berani, keras, dan bebas. Sehingga mereka akan melakukan apa saja untuk bertahan hidup, termasuk membunuh. Akibatnya, aksi saling bunuh, saling serang, hingga pertikaian antarsuku tidak bisa terelakkan.

Dikutip dari buku “Materi Pendidikan Agama Islam 1” Sayid Abdurrahman dan Suroso menyebutkan, untuk memuliakan dan menghormati ka'bah, muncul larangan berperang ataupun melancarkan serangan pada beberapa bulan tertentu. Yakni pada bulan zulqaidah, zulhijjah, muharram, dan rajab. Tindakan ini dinamakan An Nasi (pengunduran), karena selain pada 4 bulan tersebut, peperangan dan pertumpahan darah masih terjadi. 

Tradisi penghormatan itu yang kini dibawa oleh umat Islam sampai hari ini. Hanya saja, bila dahulu sebagai bentuk penghormatan kepada Ka'bah, saat ini bulan-bulan tersebut dijadikan sebagai bulan Istimewa dalam kalender Islam. Pada bulan-bulan mulia ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal saleh dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan keji dan perbuatan dosa lainnya.

Tradisi jahiliyah lainnya yang dilarang dilakukan ada bulan Rajab, seperti melarang Fara' dan Atirah. 

Menurut Sayyid Sabiq dalam bukunya “Fikih Sunnah-Jilid 5”, Fara’ adalah penyembelihan anak pertama dari unta. Dulu bangsa Arab melakukan tradisi penyembelihan ini untuk dipersembahkan kepada berhala-berhala mereka. 

Sedangkan Atirah adalah sembelihan pada bulan Rajab sebagai pengagungan terhadap bulan ini. Namun setelah Islam datang, Islam melarang penyembelihan yang ditujukan untuk mengagungkan berhala-berhala, dan Islam pun mengubah berbagai syiar jahiliyah.

Dalam Islam, penyembelihan itu hanya dibolehkan jika dilakukan dengan menyebut nama Allah, sebagai wujud bakti dan syukur kepada-Nya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Tidak ada fara' tidak pula atirah." (HR Bukhari dan Muslim).

Nubaisyah ra. berkata, "Seorang laki-laki menyeru kepada Rasulullah saw., "Dulu kami melakukan ritual atirah pada masa jahiliyah di bulan Rajab, lantas sekarang apa yang kamu perintahkan kepada kami?" 

Beliau bersabda, "Sembelihlah karena Allah pada bulan apa saja, dan berbaktilah kepada Allah azza wa jalla serta berilah makan (orang-orang miskin).” 

Orang itu bertanya,"Dulu kami melakukan ritual fara' pada masa jahiliyah, lantas apa yang kamu perintahkan kepada kami sekarang?" 

Beliau bersabda, "Pada setiap ternak ada anak pertama yang diberi asupan makanan oleh hewan ternakmu, hingga begitu sudah menjadi onta (besar atau dewasa), kamu menyembelilmya lantas kamu menyedekahkan dagingnya kepada musafir, maka itu baik." (HR Abu Daud dan Nasai).

Dari Abu Rizin, dia berkata, "Aku berkata, wahai Rasulullah, dulu kami menyembelih pada bulan Rajab lantas kami makan dan memberikan makan kepada orang-orang yang datang kepada kami. 

Beliau bersabda, "Tidak apa-apa dengan itu.” Ahmad dan Nasai meriwayatkan dari Umar bin Harits bahwasanya dia bertemu Rasulullah saw. pada Hajjatul Wada. Saat itu ada orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan fara' dan atirah?" Beliau bersabda, "Siapa yang mau dapat melakukan fara', dan yang tidak mau tidak perlu melakukan fara', serta siapa yang mau dapat melakukan atirah, dan yang tidak mau tidak perlu melakukan atirah, pada kambing kurban. “ (HR Nasai).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement