REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Agar kesucian jiwa dan raga terjaga, seseorang dianjurkan untuk selalu dalam keadaan berwudhu. Hal itu dilakukan dengan mencuci tangan, membersihkan hidung, berkumur, membasuh muka, dan lainnya.
Thaharah satu ini merupakan hal unik. Selama terhindar dari berbagai hal yang membatalkan wudhu, maka seseorang tetap dalam keadaan bersuci.
Muhammad Bagir dalam bukunya berjudul Fiqih Praktis I menjelaskan hal-hal yang membatalkan wudhu. Di antaranya, keluarnya sesuatu dari 'kedua pintu pelepasan' (saluran buang air kecil atau besar), baik berupa zat seperti kencing, tinja, darah, dan sebagainya, maupun yang berupa angin (kentut).
Wudhu menjadi batal karena hilang akal atau kesadaran, karena pingsan dan gila, atau karena obat bius dan mabuk minuman keras. Selanjutnya, tidur dapat membuat wudhu batal, kecuali tidur dalam posisi duduk yang mantap sehingga tidak mungkin keluar angin.
Menyentuh kemaluan, bagian depan atau belakang dengan telapak tangan bagian dalam secara langsung dan tanpa penghalang dapat membatalkan wudhu. Akan tetapi, jika menyentuh dengan punggung telapak tangan, tanpa maksud menimbulkan rangsangan, maka itu tidak membatalkan wudhu.
Lihat halaman berikutnya >>>