Rabu 03 Jan 2024 11:08 WIB

Muslimah Berjilbab Pakar Matematika

Muslimah berjilbab ini menjadi salah satu ilmuwan terkemuka.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Muslimah berjilbab ini menjadi salah satu ilmuwan terkemuka. Foto:   Matematika (Ilustrasi)
Foto: clare.cam.ac.uk
Muslimah berjilbab ini menjadi salah satu ilmuwan terkemuka. Foto: Matematika (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Abad pertengahan yang sering disebut abad kegelapan dalam sejarah Eropa berlangsung sejak abad ke-5 hingga abad ke-15. Selama periode abad kegelapan banyak terjadi peperangan, kelaparan dan pandemi yang menyerang masyarakat Eropa. 

Sementara, di Timur Tengah atau di dunia Islam, dikatakan bahwa sejak abad ke-7 hingga ke-13 adalah masa kejayaan Islam. Pada masa itu, dunia Islam banyak melahirkan para filsuf, ilmuwan dan insinyur. Umat Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap perkembangan teknologi dan kebudayaan.

Baca Juga

Salah satunya Muslimah dari abad ke-10 bernama Sutayta Al-Mahamali, dia termasuk salah satu tokoh Muslimah yang menjadi ilmuan terkemuka. Sutayta tidak mengkhususkan diri pada satu mata pelajaran saja, tetapi unggul dalam berbagai bidang seperti sastra Arab, hadis, fiqih, dan matematika. 

Dikatakan bahwa Sutayta Al-Mahamali ahli dalam hisab (hitungan) dan fara’idh (perhitungan suksesor), keduanya merupakan cabang matematika praktis yang berkembang dengan baik pada masanya. 

Dikatakan juga bahwa Sutayta Al-Mahamali menemukan solusi persamaan yang telah dikutip oleh ahli matematika lain. Ini menunjukkan bakatnya dalam Aljabar. Meskipun persamaan ini sedikit, persamaan tersebut menunjukkan bahwa keterampilan Sutayta Al-Mahamali dalam matematika lebih dari sekedar kemampuan sederhana untuk melakukan perhitungan. Dilansir dari laman Muslim Heritage, Rabu (3/1/2023)

Banyak wanita Muslim abad pertengahan yang berhasil menekuni matematika seiring dengan minat mereka di bidang lain. Sejarawan seperti Ibnu al-Jawzi, Ibnu al-Khatib Baghdadi dan Ibnu Katsir memuji Sutayta Al-Mahamali yang belajar di bawah pengawasan beberapa ulama.

Sutayta Al-Mahamali hidup di paruh kedua abad ke-10 dan berasal dari keluarga terpelajar di Baghdad (ibukota negara Irak di zaman sekarang). Ayah Sutayta Al-Mahamali adalah seorang sarjana dan hakim yang dihormati.

Sutayta menunjukkan keterampilan luar biasa dalam matematika, yang melampaui kemampuan sederhana dalam melakukan perhitungan. Dia unggul dalam hisab dan fara'idh.

Sutayta Al-Mahamali juga memberikan kontribusi berharga di bidang-bidang seperti sastra Arab, hadits, dan yurisprudensi. Sutayta Al-Mahamali wafat pada tahun 377 Hijriyah atau sekitar 987 Masehi. Dilansir dari laman About Islam.

Sumber lain menyebutkan bahwa ayah Sutayta Al-Mahamali bernama Abu Abdallah Al Hussein menjabat sebagai hakim sekaligus menulis beberapa buku. Sejak kecil, sang ayah sudah mengajarkan putrinya beragam ilmu pengetahuan.

Bagi Abu Abdallah, pendidikan penting bagi setiap insan, apapun jenis kelaminnya. Maka tidak heran, ia terus mendorong Sutayta Al-Mahamali untuk belajar, bahkan mendatangkan banyak guru.

Sejumlah cendekiawan yang pernah menjadi guru Sutayta Al-Mahamali di antaranya, Omar bin Abdul Aziz Al Hashimi, Abu Hamza bin Qasim, Ismail bin Al Abbas Al Warraq, dan Abdul Alghafir bin Salamah Al Homsi. Banyak hal yang diajarkan padanya, tapi Sutayta Al-Mahamali paling tertarik dengan matematika.

Sumber: 

https://aboutislam.net/muslim-issues/science-muslim-issues/near-death-experiences-islamic-perspective/

https://muslimheritage.com/people/scholars/sutayta-al-mahamali/

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement