REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Imam Besar Istiqlal, Prof Nasarudin Umar mengatakan, di tahun baru 2024 ini hendaknya masyarakat Muslim turut juga meningkatkan kualitas spiritual mereka. Menurutnya ada beberapa cara mengukur kualitas spiritual seseorang sebagaimana disebutkan dalam beberapa kitab kuning.
Menurut Prof Nasarudin Umar, disebutkan dalam kitab Ibnu ‘Arabi, bahwa cara mengukur kualitas spiritual seseorang adalah dengan mengukur ibadah mereka, apakah mereka golongan ahli taat atau ahli ibadah.
Perbedaanya, kata Prof Nasar, jika ahli Taat maka ibadahanya semata-mata karena kewajiban. Sedangkan ahli ibadah, melaksanakan ibadah sunnah atau wajib semata-mata karena cinta dan butuh, sehingga ketika melaksanakannya pun tidak terasa berat.
“Kalau ahli taat itu semua perintah Allah kita kerjakan tapi masih dikesankan itu wajib seperti shalat 5 maktu. Kita melaksankan Sholat karena wajib, takut masuk neraka dan insya Allah masuk surga. Jadi pendekatannya formalitas, itu ahli taat,” terang Prof Nasar beberapa waktu lalu di Masjid istiqlal, Jakarta, Selasa (2/1/2024).
Sedangkan seorang ahli ibadah, dia melaksanakan sholat lima waktu bukan karena ibadah itu wajib, tetapi, dia melaksanakan karena dia mencintai sholat itu.
“Apa perbedaannya? Kalau menjadi ahli taat, ibadah itu masih terasa beban, bangun subuh merasa terpaksa harus sholat, pulang dari pesta rebahan di kasur, lelah ingin tidur, terpaksa harus bangun untuk sholat isya, persis shalatnya anak kecil kan, nah itu ahli taat,” kata Prof Nasar.
“Orang ahli ibadah itu, (mengerjakan ibadah) bukan karena perintah wajib, dan tidak merasa terbebani, dia sangat mencintai sholat, dan cirinya (ahli ibadah) selalu sholat di awal waktu,” terang Prof Nassarudin Umar.
Sedangkan ciri Ahli taat, kata Prof Nasar, sering menunda-nunda waktu sholat, akhirnya sholatnya di akhir waktu.
Ciri lainnya bagi ahli taat, yang penting sholat fardlu, sedangkan ahli ibadah tidak melihat ada perbedaan antara ibadah wajib dan sunnah. Bagi ahli ibadah, ketika meninggalkan puasa senin kamis ia merasa sama seperti meninggalkan puasa Ramadhan, begitu pun ketika meninggalkan sholat sunnah qobliyah dan ba’diyah, seolah ia meninggalkan sholat wajib.