REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tanggal 22 Desember setiap tahunnya diperingati sebagai hari ibu. Setiap muncul peringatannya, timbul pula ke permukaan hukum merayakan hari ibu.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftahul Huda, memberikan penjelasan tentang hukum merayakan Hari Ibu, yang jatuh pada setiap 22 Desember.
Kiai Miftah menjelaskan, kedudukan ibu dalam Islam sangatlah tinggi. Seorang sahabat pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, Wahai Rasulullah, siapakah yang harus lebih didahulukan untuk berbakti kepadanya? Lalu Rasulullah SAW bersabda:
أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أُمَّكَ، ثُمَّ أَبَاكَ، ثُمَّ الْأَقْرَبَ، فَالْأَقْرَبَ
Artinya: "Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian barulah bapakmu, kemudian kerabat terdekat, lalu yang terdekat setelahnya." (HR Abu Dawud)
Kiai Miftah memaparkan, melalui hadits di atas, Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa betapa ibu sangat berjasa pada kehidupan manusia. Ibu telah mengandung selama sembilan bulan lebih. Dia yang menyusui selama dua tahun. Merawat dan mengasuh, serta mendidik anak.
Bahkan banyak di antara ibu-ibu yang harus ikut bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Dengan demikian, salah satu bentuk usaha berbakti kepada ibu di antaranya ialah patuh kepadanya, menjaga jiwa dan raganya, serta menghargai jasa-jasanya dengan segala bentuk apresiasi dan penghargaan.
"Maka, Hari Ibu merupakan satu momentum untuk mengingatkan kita pada kebaikan ibu dan mengingatkan kita untuk berbuat baik, berbakti, dan mendoakannya (bir al walidain) kepadanya. Dan semua itu merupakan amal kebaikan yang diperintahkan oleh agama," jelasnya kepada Republika.co.id, Jumat (22/12/2023).
Ibu juga punya peran yang sangat besar dalam melahirkan banyak ulama. Misalnya Imam Malik yang telah mengakui betapa besarnya peran ibu dalam menjadikannya sosok ulama besar. Imam Malik merupakan penulis kitab terkenal berjudul 'Al Muwatta'.
Imam Syafi'i pernah berkata tentang kitab Al Muwatta, "Tidak ada kitab setelah Kitab Allah yang lebih benar daripada Muwatta' Malik." Banyak ulama yang memuji Imam Malik. Imam Syafi’i saat berbicara tentang Imam Malik, mengatakan, "Jika ulama disebutkan, maka Malik adalah bintangnya."
Baca juga: Israel Kubur Warga Hidup-Hidup, Alquran Ungkap Perilaku Yahudi kepada Nabi Mereka
Ibnu Abi Uwais suatu kali dia mendengar Imam Malik bercerita tentang kebaikan ibunya. Imam Malik berkata, "Ibuku biasa mengenakanku pakaian dan mengajariku ketika diriku masih kecil. Ia mengarahkanku untuk belajar di Majelis Rabi'ah bin Abi Abdurrahman dan berkata, 'Putraku, datanglah ke majelis Rabi'ah, belajarlah adab darinya sebelum mempelajari hadits dan fikih darinya.'"