Selasa 19 Dec 2023 22:12 WIB

Perjuangan Syekh Yusuf Al Makassari Lawan Penjajah

Belanda menganggap Syekh Yusuf menghalangi penjajahan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
(ilustrasi) gambar Syekh Yusuf al-Makassari
Foto: tangkapan layar google images
(ilustrasi) gambar Syekh Yusuf al-Makassari

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Syekh Yusuf Al Makassari bukan saja seorang ulama yang berperan besar dalam menyebarkan Islam di Nusantara, tetapi ia juga seorang pejuang yang gagah benari melawan penjajahan Belanda. Dalam catatan sejarah, ulama  kelahiran Gowa Sulawesi Selatan 3 Juli 1626 yang bernama lengkap Syekh Yusuf Abul Mahasin Tajul Khalwati Al Makassari Al Bantani itu berkali-kali memimpin pertempuran melawan Belanda. 

Pada 20 Oktober 1644 M, Syekh Yusuf Al Makassari melakukan perjalanan ke Banten. Kala itu, Banten dibawah pimpinan Sultan Abu Al Mufakhir Mahmud Abdul Qadir (1596-1651). Kedatangannya ke Banten tak hanya untuk menimba Ilmu kepada ulama-ulama Banten, tetapi ia bersama para pejuang Banten lainnya berada di garda terdepan melawan penjajah. 

Baca Juga

"Pada tahun 1660 M, ia memimpin perang dan berkali-kali berhasil melumpuhkan musuh, baik melalui strategi kekuatan laut (melalui pelaut-pelaut ulung Banten) maupun kekuatan darat (pasukan gerilya). Karena perjuangan yang gigih itu, maka ia pun diterima dengan baik oleh Sultan Abdul Qadir dan menjadi kerabat dekat Kesultanan Banten," (Rizem Aizid dalam buku Biografi Ulama Nusantara, penerbit Diva Press, 2016)

Di tanah kelahirannya, Syekh Yusuf Al Makassari bersama rakyat Gowa tak kenal mundur melawan penjajah meski setelah perjanjian Bongaya (perjanjian perdamaian) antara Kesultanan Gowa yang diwakili oleh Sultan Hasanuddin dengan Belanda yang diwakili Laksamana Cornelis Speelman yang ditandatangani 18 November 1667, perlawanan rasa Gowa tak lagi memiliki pengaruh signifikan. Waktu itu, Arung Palakka, Sultan Bone memilih berpihak kepada VOC di bawah pimpinan Spelman dibanding mendukung Sultan Hasanuddin dari Makassar. 

Setalah itu, Syekh Yusuf Al Makassari menetap di Banten dan diangkat menjadi mufti Kerajaan Banten di bawah pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa. Ia juga dinikahkan dengan putri sultan Ageng bernama Ratu Aminah. Sejak itu pendidikan agama Islam di Banten semakin tumbuh pesat. Syekh Yusuf memiliki banyak murid di Banten termasuk 400 santri yang berasal dari Makassar yang dipimpin Ali Karaeng Bisai. 

Setelah 13 tahun menjabat sebagai Mufti di Kerajaan Banten, Syekh Yusuf harus melepaskan kedudukannya setelah Sultan Banten ditangkap Belanda. Tetapi meski tak lagi memiliki kedudukan, perjuangannya melawan Belanda tak kenal surut. Ia melanjutkan peperangan dengan taktik gerilya bersama Pangeran Purbaya dan Pangeran Kidul. 

Pada 1682, Sultan Ageng dikalahkan Belanda. Sementara Belanda terus memburu Syekh Yusuf Al Makassari yang dianggap membahayakan Belanda dengan strategi gerilyanya. Lebih-lebih kebesaran nama Syekh Yusuf telah mampu mendatangkan dan menghimpun para pejuang dari berbagai wilayah untuk datang ke Banten. 

"Syekh Yusuf di dalam persembunyiannya mendengar kabar tentang tertangkapnya Sultan Ageng. Beliau tak henti menyusun strategi dan memimpin serangan pada kompeni. Kurang lebih 5.000 pasukan termasuk lebih 1.000 orang pelarian dari Makassar yang datang mengikuti Syekh Yusuf turut bergerilya. Terdiri atas suku Bugis dan Makassar yang melarikan diri akibat perang di Makassar pimpinan Arung Palakka. Suku Melayu pun turut bergabung dan siap mati untuk memerangi kompeni," (Kasma F Amin dalam buku Para Tawanan Perang : Kisah Syekh Yusuf Al Makassari dan Arung Palakka, penerbit Celebes Media Perkasa, 2017). 

Syekh Yusuf Al Makassari dianggap Belanda sebagai duri dalam upaya menguasai seluruh bumi Nusantara. Setelah Belanda mengalami banyak kerugian, baik logistik dan tewasnya pasukan karena melawan kegigihan pasukan Syekh Yusuf Al Makassari, Belanda berhasil menangkap Syekh Yusuf Al Makassari. Ini tak lepas dari cara licik Belanda yang memengaruhi penduduk.

Komandan Belanda Van Happel mengiming-imingi 1.000 ringgit bagi siapa saja yang dapat memberi informasi dan menangkap Syekh Yusuf Al Makassari. 

Singkat kisah, Ayekh Yusuf Al Makassari ditangkap dan diasingkan Belanda. Ia diasingkan ke Ceylon (Sri Lanka) dan wafat di Cape Town, Afrika Selatan, pada 1699 Masehi. Tetapi, dalam masa pengasingan itu, Syekh Yusuf justru dapat menyebarkan Islam secara luas di Sri Lanka dan Afrika Selatan.

Ia pun berhasil mewujudkan persatuan dan kesatuan untuk menentang penindasan dan paham perbedaan kulit dan etnis. Itulah yang menjadi sebab Nelson Mandela memberikan penghargaan kepada Syekh Yusuf Al Makassari sebagai pejuang kemanusiaan pada 1994. Atas kiprahnya sebagai ulama dan pejuang, Syekh Yusuf Makassari mendapatkan gelar pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan pada November 1995.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement