REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sayyidina Muhammad SAW bukan hanya seorang Nabi dan Rasul, tetapi juga manusia pilihan Allah. Namanya banyak disebut di dalam Alquran, bahkan di kitab-kitab terdahulu (Taurat, Zabur, dan Injil), dan karena seluruh kehidupan Nabi, ajaran dan segala perbuatan-perbuatan terpujinya menjadi teladan dan pedoman bagi seluruh umat Islam.
Karena itu banyak orang tua Muslim memberikan nama kepada anak cucu mereka dengan nama Muhammad. Tentu harapannya, agar anaknya yang terlahir bisa memiliki akhlak yang mirip dengan Nabinya.
Saking mulianya akhlak Nabi Muhammad, sampai Allah pun memujinya di dalam Alquran surat Al Qalam ayat 4.
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang Agung.”
Menurut Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menegaskan secara langsung bahwa Nabi Muhammad benar-benar memiliki budi pekerti yang luhur. Karena Allah yang mendidik Nabi Muhammad dengan akhlak Alquran.
Ayat ini memperkuat alasan bahwa pahala yang tidak terputus itu diperoleh Rasulullah saw sebagai buah dari akhlak beliau yang mulia. Pernyataan bahwa Nabi Muhammad mempunyai akhlak yang agung merupakan pujian Allah kepada beliau, yang jarang diberikan-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang lain.
Secara tidak langsung, ayat ini juga menyatakan bahwa tuduhan-tuduhan orang musyrik bahwa Nabi Muhammad adalah orang gila merupakan tuduhan yang tidak beralasan sedikit pun, karena semakin baik budi pekerti seseorang semakin jauh ia dari penyakit gila. Sebaliknya semakin buruk budi pekerti seseorang, semakin dekat ia kepada penyakit gila. Nabi Muhammad adalah seorang yang berakhlak agung, sehingga jauh dari perbuatan gila.
Ayat ini menggambarkan tugas Rasulullah saw sebagai seorang yang berakhlak mulia. Beliau diberi tugas menyampaikan agama Allah kepada manusia, agar dengan menganut agama itu mereka mempunyai akhlak yang mulia pula. Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia (dari manusia)," (riwayat al Baihaqi dan Abu Hurairah).
Sifat Rasulullah yang penyantun dan penyayang juga Allah gambarkan dalam surat At Taubah ayat 128.
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بالمؤمنين رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Artinya: ”Sungguh, benar-benar telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, dan (bersikap) penyantun dan penyayang terhadap orang-orang mukmin.”
Tafsir Kementerian Agama RI menyebutkan, ayat yang lalu diakhiri dengan penegasan bahwa hati orang munafik dipalingkan dari kebenaran karena sesungguhnya mereka tidak mau memahami kebenaran walaupun yang membawa kebenaran tersebut, adalah Nabi Muhammad yang sangat penyantun dan penyayang sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut ini. Demi kebesaran dan keagungan Tuhan, sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul yang mulia dari kaummu sendiri sehingga tidak asing bagi kamu, sangat berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami baik derita lahir maupun batin, dia sangat menginginkan kebaikan, kebahagiaan dan keselamatan bagimu, yakni bagi kamu semua baik yang muslim maupun yang kafir, dia sangat penyantun dan penyayang, yakni memberi kebaikan secara melimpah melebihi kebutuhan maupun sesuai kebutuhan terhadap orang-orang yang beriman.
Teladan Nabi Muhammad juga digambarkan dalam surat Al Ahzab ayat 21-22
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ
Artinya: “Sungguh, pada (diri) Rasulullah benar-benar ada suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat serta yang banyak mengingat Allah.” (QS Al Ahzab ayat 21)
Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah memperingatkan orang-orang munafik bahwa sebenarnya mereka dapat memperoleh teladan yang baik dari Nabi saw. Rasulullah saw adalah seorang yang kuat imannya, berani, sabar, dan tabah menghadapi segala macam cobaan, percaya sepenuhnya kepada segala ketentuan Allah, dan mempunyai akhlak yang mulia. Jika mereka bercita-cita ingin menjadi manusia yang baik, berbahagia hidup di dunia dan di akhirat, tentulah mereka akan mencontoh dan mengikutinya. Akan tetapi, perbuatan dan tingkah laku mereka menunjukkan bahwa mereka tidak mengharapkan keridhaan Allah dan segala macam bentuk kebahagiaan hakiki itu.
وَلَمَّا رَاَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْاَحْزَابَۙ قَالُوْا هٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ وَصَدَقَ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ ۖوَمَا زَادَهُمْ اِلَّآ اِيْمَانًا وَّتَسْلِيْمًاۗ ٢٢
Artinya: "Ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan (yang bersekutu) itu, mereka berkata, "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita." Benarlah Allah dan Rasul-Nya. Hal itu justru makin menambah keimanan dan keislaman mereka.” (QS Al Ahzab ayat 22).
Tafsir Kemenag: Salah satu keteladanan Rasulullah adalah tidak gentar berhadapan dengan musuh. Inilah yang seharusnya diteladani oleh orang-orang mukmin pada perang Khandaq. Dan ketika orang-orang mukmin melihat golongan-golongan Yahudi Bani Quraizah dan kafir Makkah yang bersekutu itu, mereka berkata, “Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Kita akan memperoleh kemenangan setelah kekalahan kita pada perang Uhud." Dan benarlah janji Allah dan Rasul-Nya. Dan keadaan yang demikian sulit dan berat itu justru menambah keimanan dan keislaman mereka.