REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sahabat nabi yang satu ini memiliki beberapa keistimewaan. Ia cerdas, cermat, memiliki ingatan yang kuat, dan pintar dalam menjaga rahasia. Dalam sejarah Islam, ia dikenal sebagai intelijen atau mata-mata Rasulullah SAW.
Namanya adalah Hudzaifah bin Yaman. Ia mendapatkan kepercayaan Rasulullah untuk mematai rencana kaum kafir dan orang munafik, khususnya dalam Perang Khandaq (Perang Parit), yang berlangsung pada tahun 5 Hijriah atau 627 Masehi.
Dikisahkan bahwa dalam Perang Khandaq, Hudzaifah berhasil melaksanakan tugasnya sebagai mata-mata. Di tengah malam, ia menyusup ke tendah tenda kaum kafir Quraisy untuk mengetahui rencana mereka.
Dilansir dari ganaislamika, ketimbang disebut sebagai perang terbuka, perang Khadaq ini lebih tepat disebut sebagai perang tipu muslihat. Jumlah korban nyawa dari kedua belah pihak pun tidak banyak, enam orang dari pasukan Muslim dan sepuluh orang dari pasukan sekutu.
Kendati demikian, perang Khandaq merupakan salah satu perang yang paling menegangkan, sebab pada saat itu umat Islam sedang berada dalam titik yang paling rawan. Di bagian depan kota terdapat 10.000 pasukan sekutu yang terdiri atas orang-orang kafir Madinah dan orang kafir lainnya.
Di sisi lain, mereka juga harus menghadapi Bani Quraidzah, kaum Yahudi Madinah yang pernah membuat perjanjian damai dengan Muslim. Setiap mereka juga siap menyerang jika Madinah Kosong.
Dalam buku Himpunan Fadhilah Amal, Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandahlawi menceritakan bahwa tentara Muslim saat itu sedang menghadapi pertempuran di luar Madinah. Bersamaan dengan itu, malam begitu gelap dan datang angin topan dahsyat yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Orang-orang munafik mulai meminta izin kepada Rasulullah untuk pulang ke rumah dengan alasan bahwa rumah mereka terbuka untuk diserang, padahal sebenarnya tidak. Rasulullah mengizinkan setiap orang dari mereka untuk pulang.
Ketika Rasulullah memberi mereka izin, mereka diam-diam pergi. Pasukan muslim yang awalnya berjumlah 3.000 orang kini tinggal tersisa sekitar 300 orang. Lalu, Rasulullah menenangkan pasukan muslim satu persatu hingga bertemu Hudzaifah.
Saat itu Hudzaifah tidak memiliki senjata untuk melawan musuh dan bahkan tidak memiliki kain untuk berlindung dari udara dingin. Hanya ada sedikit kain yang dapat menutupi anggota badan yang penting hingga ke lutut, itu pun milik istrinya.
Hudzaifah hanya duduk menelungkup ke tanah. Ketika menenangkan pasukannya, tiba-tiba Rasulullah tidak sengaja menyentuh kaki Hudzaifah yang dingin dan berkata, “Siapa ini?”
Ia menjawab, “Hudzaifah.”
Karena dingin dan malu, Hudzaifah tidak dapat berdiri dan tetap duduk terlengkup. Rasulullah lalu bersabda, ”Hudzaifah, berdirilah! Pergilah ke tempat musuh, lalu bawalah berita yang sedang terjadi di sana.”
Pada waktu itu, Hudzaifah sedang sangat ketakutan dan kedinginan yang luar biasa. Namun, karena demi menunaikan perintah Rasullah, ia pun bergegas pergi menyelinap ke pasukan musuh yang berjumlah 10.000 itu.
Rasulullah SAW tak lupa mendoakan Intelijen itu agar dijaga oleh Allah SWT.
”Ya Allah, jagalah ia dari arah depan, belakang, samping kanan, dan samping kiri, dari atas dan dari bawah.”
Hudzaifah ra berkata, “Aku bersumpah demi Allah, bahwa (setelah doa itu) setiap rasa takut dan dingin di dalam diriku kemudian pergi dan aku tidak merasakannya sedikitpun. Ketika aku pergi, Rasulullah memberi perintah, ‘Wahai Hudzaifah! Jangan melakukan apa pun terhadap mereka sampai engkau kembali’.”
Setibanya di lokasi musuh, Khudaifah melihat api unggun sedang menyala. Orang-orang mengelilingi api unggun itu sambil memanaskan tangan mereka di dekat api, lalu digosokkan ke perut mereka. Tiba-tiba, dari setiap penjuru terdengar seruan,
“Kembali, kembali!”
Setiap orang menyeru agar segera kembali, karena tiba-tiba datang angin ribut dari empat arah, dengan hujan batu yang menghujani kemah-kemah. Tali-tali kemah musuh pun terputus, sedangkan kuda dan hewan lainnya banyak yang mati.
Hudzaifah kemudian berhasil bergabung dan duduk bersama dengan barisan musuh. Abu Sufyan yang pada saat itu sebagai pimpinan rombongan kaum kafir sedang memanaskan kedua tangannya di atas api sambil berkata, ‘Mari kita mundur! Mari kita mundur!’
Ketika melihat pria besar berkulit gelap itu, dalam hati Hudzaifah pun berkata, “Inilah kesempatan yang terbaik bagiku untuk membinasakannya.” Ia segera mengambil anak panah, lalu meletakannya di busurnya.
Namun, Khudaifah teringat pesan Rasullah SAW agar tidak melakukan tindakan apa pun kecuai melihat keadaan saja, lalu segera kembali. Maka, ia masukkan kembali anak panah itu ke tempatnya.
Orang-orang kafir mulai mencurigai kehadirannya. Mereka berkata “Adakah di antara kalian seorang mata-mata? Setiap orang hendaklah memegang tangan orang yang di sebelahnya.”
Lantas orang di sebelahnya berkata, “Kamu siapa?”
Hudzaifah menjawab, “Masa kamu tidak tahu siapa aku, aku ini fulan.” Lalu ia segera meninggalkan tempat itu.
Ketika menempuh setengah perjalanan, ia bertemu dengan serombongan penunggang kuda sekitar dua puluh orang yang semuanya memakai sorban. Mereka berkata kepada Hudzaifah ,
”Beritahukan kepada tuanmu bahwa Allah telah membereskan musuh-musuh itu, jadi tidak usah khawatir lagi.”
Ketika kembli ke kemah, ia melihat Rasullah SAW sedang shalat dengan selimut di tubuhnya. Inilah kebiasaan Beliau yang mulia. Dalam keadaan genting, beliau selalu bertawajuh dengan mendirikan shalat.
Selesai shalat, Khudaifah lalu menceritakan kepada Rasulullah kejadian selama menjadi mata-mata tadi. Rasulullah tersenyum dengan giginya yang cemerlang lalu Khudaifah disuruh berbaring di dekat kakinya yang mulia, dan ia diselimuti dengan sebagian selimutnya.