REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Aqiqah merupakan salah satu sunnah para nabi yang mulia. Sunnah ini pun dirawat dan dipertahankan Rasulullah SAW sebagai salau satu syariat Islam.
Republika.co.id, menginventarisasi beberapa fakta terkait dengan aqiqah dalam tradisi dan budaya Islam di jazirah Arab dan Indonesia, sebagaimana dilansir dari buku Ensiklopedi Islam Nusantara Edisi Budaya diterbitkan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama (Kemenag), 2018:
1. Akekahan berasal dari bahasa Arab "aqiqah" yang memiliki beberapa makna. Di antaranya bermakna rambut kepala bayi yang telah tumbuh ketika lahir atau hewan sembelihan yang ditujukan bagi peringatan dicukurnya rambut seorang bayi. Jika bayi itu laki-laki, maka hewan sembelihannya berupa dua ekor kambing. Jika perempuan, maka cukup dengan seekor kambing saja. Aqiqah juga dapat bermakna sebuah upacara peringatan atas dicukurnya rambut seorang bayi.
2. Dalam sejarahnya, tradisi aqiqah merupakan warisan dari tradisi Arab pra Islam yang dilaksanakan dengan cara menyembelih hewan kambing pada saat bayi lahir. Kemudian darahnya dioleskan kepada kepala si bayi.
Setelah Islam datang, kemudian praktik tersebut diubah dengan mengolesi kepala si bayi dengan minyak, bukan darah kambing. Aqiqah dalam Islam juga tidak membedakan bayi laki-laki dan perempuan. Jadi tidak seperti tradisi Arab pra Islam yang hanya mengkhususkan aqiqah bagi bayi laki-laki.
3. Secara umum, hewan kambing yang akan disembelih dalam acara aqiqah tidak jauh berbeda dari berkurban di hari raya Idul Adha. Baik dari jenis, usia hewan, tidak cacat, niat dalam penyembelihan hewan serta menyedekahkan daging yang telah masak ke sejumlah fakir miskin.
4. Dalam hukum Islam (fikih), aqiqah dilaksanakan berdasarkan hadits dari Samrah bin Jundab yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى Artinya, “Seorang bayi itu tergadaikan dengan aqiqahnya, pada hari ketujuh disembelih hewan, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Tirmidzi, Abu Daud, Ibn Majah dan An Nasai)
Baca juga: Zionis Israel akan Hancur Binasa 3 Tahun Lagi? Prediksi Syekh Ahmad Yasin Kembali Viral
Dalam memahami hadits tersebut, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum melaksanakan aqiqah. Sebagian dari mazhab Az-Zahiri berpendapat bahwa hukum melaksanakan aqiqah adalah wajib.
Sedangkan menurut mayoritas ulama hukumnya sunah. Sementara menurut Abu Hanifah hukum aqiqah bukan wajib dan juga bukan sunnah, melainkah hanya mubah (dibolehkan).
Munculnya perbedaan pendapat mengenai hukum aqiqah ini menurut Ibn Rushdi dalam karyanya berjudul Bidayat al-Mujtahid adalah karena perbedaan dalam memahami hadits yang menerangkan masalah aqiqah. Yaitu bahwa secara tekstual hadits riwayat Samrah yang menunjukkan bahwa aqiqah adalah wajib.
5. Dalam pelaksanaan aqiqah...