Rabu 15 Nov 2023 12:34 WIB

Ummu Habibah Enggan Memberikan Tikar Rasulullah pada Ayahnya

Ummu Habibah merupakan istri Rasulullah.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Muhammad Hafil
Rasulullah SAW. Ilustrasi
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebelum terjadinya penaklukan kota Mekkah, pembesar Quraisy, Abu Sufyan datang mengunjungi Nabi Muhammad ﷺ di Madinah untuk memperbaharui perjanjian. Sementara Putri Abu Sufyan dan istri Rasulullah, Ummu Habibah saat kedatangan Abu Sufyan menolak memberikan tikar Nabi ﷺ kepada ayahnya.

Seperti dikutip dari Sejarah Hidup dan Perjuangan Rasulullah ﷺ disarikan dari kitab Ar-rahiqul Makhtum, Berangkatlah Abu Sufyan ke Madinah. Setibanya di sana dia langsung menuju rumah putrinya Ummu Habibah, ketika dia hendak duduk di atas tikar milik Rasulullah ﷺ, segera Ummu Habibah melipat tikar tersebut. Abu Sufyan berkata : 

Baca Juga

“Wahai putriku, apakah engkau sayang kepada aku agar tidak duduk di tikar ini, atau engkau sayang kepada tikar itu agar aku tidak duduki?"

“Ini adalah tikar milik Rasulullah ﷺ, sedangkan engkau musyrik lagi najis", tegas Ummu Habibah. 

“Demi Allah, kini perangaimu jadi buruk”, ketus Abu Sufyan. 

Setelah itu dia menghadap Rasulullah ﷺ dan menyampaikan maksudnya. Namun beliau tidak memberikan jawaban sedikitpun, kemudian dia menghadap Abu Bakar, beliaupun tidak mau berbuat apa apa, lalu menghadap Umar bin Khattab, kemudian Ali bin Thalib, Mereka semua tidak memberikan jawaban memuaskan. 

Diapun akhirnya kembali ke Mekkah dengan tangan hampa. 

Adapun penaklukan kota Mekah merupakan kemenangan terbesar yang dengannya Allah muliakan agamaNya, Rasul dan tentaraNya. Negeri nan suci dan Rumah Allah nan mulia diselamatkan dari tangan tangan orang orang kafir dan musyrik. 

Sebagaimana telah disebutkan dalam peristiwa Hudaibiah bahwa salah satu isi perjanjiannya adalah, suku-suku yang ingin bergabung dengan salah satu kedua belah pihak maka dia termasuk bagian dari kedua pihak tersebut. Tindakan permusuhan kepada suku suku tersebut, berarti permusuhan kepada pihak yang melakukan perjanjian. 

Berdasarkan pasal tersebut, Suku Khuza'ah ikut bergabung bersama Rasulullah ﷺ, sementara Bani Bakar bergabung kepada suku Quraisy. Kedua suku ini pada dasarnya memang bermusuhan sejak zaman Jahiliah. Bani Bakar ingin menggunakan kesempatan damai tersebut untuk melampiaskan balas dendamnya kepada suku Khuza'ah saat mereka tidak siap. Mereka menyerangnya secara tiba-tiba, suku Quraisy membantunya dengan senjata dan sejumlah orang-orangnya.

Kejadian tersebut segera sampai kepada Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ bersiap-siap untuk menuntut balas perbuatan tersebut sebagai realisasi perjanjian Hudaibiah.  

Tentu saja apa yang dilakukan oleh Suku Quraisy dan sekutunya merupakan penghianatan yang tidak ada pembenarannya sedikitpun. Suku Quraisy yang khawatir akibat dari tindakan seperti itu segera bermusyawarah. Mereka pun sepakat mengutus Abu Sufyan untuk memperbaharui perjanjian. 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement