Senin 13 Nov 2023 22:12 WIB

Argumentasi yang Dijadikan Izzuddin Bin Abdussalam Yakinkan Penguasa Tutup Tempat Maksiat

Izzuddin bin Abdussalam tuntut penguasa Mesir tutup lokai maksiat

Rep: Erdy Nasrul / Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi kota tua Mesir. Izzuddin bin Abdussalam tuntut penguasa Mesir tutup lokai maksiat
Foto: Egypt Today
Ilustrasi kota tua Mesir. Izzuddin bin Abdussalam tuntut penguasa Mesir tutup lokai maksiat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Setelah penguasa Dinasti Abbasiyah Shalahuddin al-Ayyubi wafat, anak-anaknya menjadi penguasa di sejumlah wilayah. 

Al-Aziz menguasai Mesir, al-Afdhal menguasai Damaskus, az-Zahir Ghazi menguasai Aleppo. Sedangkan saudara Shalahuddin, al-Adil, menguasai wilayah timur. 

Baca Juga

Saudara Shalahuddin lainnya, Saiful Islam, menempati Yaman. Pecahan Daulah Ayubiyah ini belum selesai menghadapi peperangan. 

Setelah Perang Salib, mereka memasuki awal kolonialisme Barat. Bala tentara Prancis mulai memasuki kawasan Timur Tengah, seperti Mesir dan lainnya. Kondisi ini disikapi beragam. Ada yang memerangi mereka. Ada juga yang bekerja sama. 

Al-Aziz tampil berwibawa di mata masyarakat. Mereka memuji dan menghormati al-Aziz. Sementara al-Afdhal menyimpan citra buruk.  

Adalah Izzuddin bin Abdussalam, ulama yang dikenal alim dan wara punya cara sendirimenghadapi pemimpin mereka yang zalim. Izzuddin menasihati al-Aziz agar tidak mendiamkan saudaranya yang berbuat maksiat. Salah satu caranya adalah dengan menutup tempat maksiat. 

Pada mulanya, al-Aziz menolak melakukan itu karena tempat penjualan miras, misalnya, sudah ada di Mesir sejak lama. Namun, al-Izz terus mendorong dan meyakinkan penguasa untuk mengakhiri tempat maksiat di sana, dalam dialog berikut ini. 

Izzuddin: "Wahai penguasa Ayub, apa dalil yang akan Anda sampaikan kepada Allah jika ada yang mengatakan, bukankah Allah sudah memberikan Anda wilayah Mesir, tapi kemudian Anda menjual khamar?" Al-Aziz: "Apa benar ada yang menjual khamar?" 

Izzuddin "Seorang wanita bernama Alhanah menjual khamar dan menyajikan berbagai kemungkaran di tempatnya. Sementara Anda bergelimang kenikmatan dari kerajaan ini.

Izzuddin mengatakan itu dengan suara lantang, sehingga didengar penjaga dan pembantu istana yang berdiri di sekitar penguasa. Lalu apa kata al-Aziz? Al-Aziz: "Wahai tuanku, bukan aku yang melakukan ini, tapi bapakku." 

Izzuddin kemudian menyuarakan surah az-Zukhruf ayat 24, yaitu sebagai berikut: 

قَالَ أَوَلَوْ جِئْتُكُمْ بِأَهْدَىٰ مِمَّا وَجَدْتُمْ عَلَيْهِ آبَاءَكُمْ ۖ قَالُوا إِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ

“(Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya."   

Baca juga: Mengapa Malaikat Jibril Disebut Ruh Kudus dalam Alquran?

Kelanjutan ayat itu adalah penjelasan Allah SWT yang membinasakan kaum dahulu yang mendustakan dan mengingkari hidayah Allah SWT. 

Artinya, Izzuddin seakan memberikan peringatan keras jika ke mungkaran di Mesir dibiarkan. Pemerintah ketika itu tak melakukan apa-apa. Maka tunggulah kehancuran yang akan datang, seperti yang dialami orang-orang terdahulu.

Al-Aziz tak bisa beralasan lagi untuk membiarkan kemaksiatan. Dia menggerakkan aparat untuk menutup sumber maksiat dan kemungkaran di sana. Masyarakat merespons positif: mendukung kebijakan al-Aziz (Abdullah bin Ibrahim al-Wahaibi: 1982).    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement