Selama periode itu, Komite Eksekutif Konferensi Kristen Islam terpilih, melakukan kunjungan ke negara-negara Arab dan beberapa ibu kota Eropa. Tujuannya adalah untuk memperingatkan bahaya yang dihadapi Masjid Al Aqsa dan adanya upaya orang-orang Yahudi untuk membangun rumah ibadah bagi diri mereka sendiri di atas reruntuhannya.
Akibat gerakan politik dan kerusuhan itu, Liga Bangsa-Bangsa membentuk komisi internasional untuk menyelidiki kepemilikan Tembok tersebut. Mereka mengeluarkan laporannya sendiri pada 1930.
Hasilnya menyatakan kepemilikan Tembok Buraq dan haknya adalah milik umat Islam, mengingat tembok itu merupakan bagian integral dari Al Haram Al Syarif. Juga, trotoar yang digunakan orang Yahudi untuk ibadah adalah milik umat Islam.
Terlepas dari itu, Masjid Al Aqsa atau Baitul Maqdis tidak henti-hentinya mengalami penyerangan. Apalagi setelah peristiwa Nakba 1948. Pada 1966, seorang ekstremis Yahudi mencoba membakar Masjid Al-Aqsa.
Meski umat Islam dan Kristen berupaya memadamkan, api tetap terjadi dan hampir menyentuh kubah masjid. Upaya pemadaman kebakaran tetap dilakukan meski ada hambatan dari otoritas Israel. Kebakaran tersebut menyebabkan kerusakan pada mimbar Shalahuddin dan menyulut api di atap masjid selatan dan atap tiga koridor.
Setahun setelah kebakaran...