Kamis 02 Nov 2023 12:37 WIB

Teladan Para Hakim, Begini Tegasnya Nabi Muhammad Menegakkan Keadilan

Nabi Muhammad tegas dalam menegakkan keadilan.

Rep: Andrian Saputra/ Red: Muhammad Hafil
Nabi Muhammad (ilustrasi)
Foto: Republika
Nabi Muhammad (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang hakim harus menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, dalam menjalankan tugasnya dan memutuskan suatu perkara. Seorang hakim tak boleh tebang pilih dalam menetapkan hukum. Rasulullah SAW adalah contoh terbaik bagi setiap hakim dalam bersikap dan mengambil keputusan yang adil. 

Dalam menegakan keadilan, Rasulullah tak pernah pandang bulu baik itu kepada keluarganya, saudaranya, para sahabatnya, maupun siapa pun. Rasul menindak sesuai dengan kesalahan. Rasulullah tak pernah berlaku tak adil dalam mengambil keputusan. 

Baca Juga

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ ۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَىٰ أَلَّا تَعْدِلُوا ۚ اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Alquran surah al-Maidah ayat 8). 

(…وَإِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ)

Artinya …Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil (petikan surah al-Maidah ayat 42).

Nasiruddin dalam buku Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam yang diterbitkan Republika Penerbit pada 2008 menjelaskan bahwa pada zaman Rasulullah SAW ada seorang perempuan yang ketahuan mencuri. Setelah ditangkap, perempuan itu lalu ditahan dan menunggu keputusan hakim. 

Menurut hukum yang telah berlaku di kalangan bangsa Arab, terutama di kalangan bangsa Quraisy di Kota Makkah pada masa jahiliah bahwa orang yang mencuri itu harus dijatuhi hukuman potong tangan. Tetapi, hukum ini kerap kali tak dilaksanakan oleh hakim dengan cara yang tidak adil, tidak sesuai dengan yang seharusnya dilakukan. Jika pencuri itu seorang dari keturunan orang besar, orang kaya, atau bangsawan, dia tidak dijatuhi hukuman potong tangan tetapi jika pencuri adalah seorang dari keturunan orang kecil, lapisan bawah dia dijatuhi hukuman potong tangan sebagaimana bunyi undang-undang. 

Setelah datang Islam, hukum potong tangan atas orang yang sudah jelas mencuri itu dikuatkan dan dilakukan dengan adil menurut Wahyu Allah yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Karena Kota Makkah sudah berada di bawah kekuasaan kaum Muslimin, sudah tentu perempuan yang mencuri itu akan dijatuhi hukuman potong tangan yang kanan. 

Namun, sewaktu hukuman potong tangan bagi perempuan itu akan dilaksanakan, para famili dan kerabat terkejut, lalu berusaha mencari jalan agar memintakan ampunan kepada Nabi Muhammad SAW agar hukuman itu jangan sampai dijatuhkan. Akhirnya keluarga itu mendatangi Usamah bin Zaid bin Haritsah dengan harapan Usamah dapat membujuk Nabi memberikan ampunan bagi perempuan itu dan membebaskan dari segala macam hukuman.

Usamah pun menghadap Nabi dan menyampaikan apa yang diminta keluarga perempuan yang akan dijatuhi hukuman itu. Namun, setelah mendengar apa yang diminta keluarga itu melalui perantara Usamah, Nabi Muhammad SAW memberikan jawaban tegas kepada Usamah bahwa tak sedikit pun Rasulullah berhak memberi ampun terhadap orang yang melakukan pelanggaran undang-undang Allah.

"Apakah kamu akan membicarakan kepadaku tentang batas (hukum) dari batas-batas (hukum-hukum) Allah? Apakah kamu akan menolong orang yang melanggar batas dari batas-batas Allah?" 

Karena mendengar jawaban Nabi Muhammad SAW yang sedemikian kerasnya serta melihat air muka beliau terlihat sangat marahnya, Usamah bin Zaid meminta ampun atas kelancangan yang telah ia lakukan. 

"Aku telah memaafkan dan mengampuni setiap permusuhan yang dilakukan terhadap diriku dan permusuhan yang dilakukan orang kafir. Tetapi, terhadap pelarangan undang-undang Allah yang tertulis, aku tidak berhak memberi ampun," kata Rasulullah. 

Petang harinya, Nabi Muhammad SAW datang di depan orang ramai dan berdiri sambil berkhutbah. Beliau menyampaikan tentang hal-hal yang membinasakan orang-orang terdahulu. 

"Hai segenap manusia! Sesungguhnya tidak lain yang membinasakan orang-orang dahulu sebelum kamu ialah: apabila orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak dijatuhi hukuman) dan apabila orang yang lemah di antara mereka mencuri, mereka menetapkan hukuman di atasnya. Demi Zat yang menguasai diri Muhammad di tangan kekuasaan-Nya, sekiranya Fatimah anak perempuan Muhammad yang mencuri, pasti aku akan memotong tangannya," sabda Nabi Muhammad SAW waktu itu. 

Nabi Muhammad SAW lalu memerintahkan supaya perempuan yang mencuri itu dijatuhi hukuman potong tangan. Perintah ini segera dilaksanakan oleh orang yang bertugas sebagai pelaksana hukuman, dan perempuan itu dipotong tangannya sebagaimana yang telah ditetapkan Allah dalam wahyu-Nya. Setelah dijatuhi hukuman itu, ia lalu bertobat dan tidak pernah mencuri lagi. 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement